Hukum membaca basmalah ini terkait dengan pandangan apakah basmalah
termasuk bagian surat Al-Fatihah atau bukan. Bagi yang berpendapat
basmalah merupakan salah satu ayat surat Al-Fatihah, maka membacanya
adalah wajib hukumnya. Dan bagi yang mengatakan Basmalah bukan merupakan
bagian dari surat Al-Fatihah, maka tidak perlu membacanya.
1) Pendapat Basmalah Bukanlah Bagian Surat Al-Fatihah
Sedangkan ulama yang berpendapat tidak perlu membaca bismillah adalah
ulama yang menyatakan bahwa bismillah bukanlah bagian dari surat
Al-Fatihah. Ulama yang berpendapat demikian ialah Imam Malik dan Imam
Abu Hanifah. Alasannya ialah karena bismillah bukan bagian dari
Al-Fatihah, maka konsekuensinya tidak wajib dibaca ketika shalat. Di
samping itu mereka juga berargumentasi dengan hadits berikut:
# Dari Anas bin Malik, sesungguhnya ia berkata,
"Saya shalat di belakang Abu Bakar, Umar, dan Utsman, mereka semua tidak
membaca "Bismillahir rahmanirahim" ketika memulai bacaan shalatnya."
(HR. Malik dalam Muwaththa).
2) Pendapat Basmalah Termasuk Bagian Surat Al-Fatihah
Ulama yang berpendapat bahwa basmalah termasuk bagian surat Al-Fatihah
dan wajib membacanya ketika shalat ialah Imam Syafi'i. Alasannya ialah
hadits berikut:
# Dari Ibnu Abbas radhiyallahu anhu,
“Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memulai bacaan
Al-Fatihahnya dengan Bismillah. (HR Abu Dawud, Daruqutni, Al-Khatib)
# Ibnu Juraij meriwayatkan dari Abdullah bin Abi Mulaikah yang mendengar dari Ummu Salamah, bahwa:
“Sesungguhnya ia pernah ditanya tentang bacaan Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam. Lalu Ummu Salamah menyatakan, ‘Ia putus-putuskan
(membacanya) ayat demi ayat, seperti Bismillaahir-rahmaanir-rahiim.
Alhamdulillaahi rabbil ‘aalamiin. Arrahmaanir rahiim. Maaliki yaumiddin
…” (HR. Ahmad dan Abu Dawud)
# Abu Hurairah radhiyallahu anhu menuturkan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Jika kamu semua membaca Alhamdulillah, maka bacalah
Bismillaahir-rahmaanir-rahiim. Sesungguhnya itu ayat darinya
(Al-Fatihah) atau salah satu ayat darinya.” (HR. Ad-Daruqutni)
Ketika ada hadits yang menyatakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam memulai bacaannya dengan "Alhamdu lillahi rabbil ‘alamin"
(Hadits dari Anas menyatakan bahwa Abu Bakar, Umar dan Utsman, mereka
semua tidak membaca "bismillah" ketika memulai bacaan surat
Al-Fatihahnya), Imam Syafi'i menanggapinya dengan mengatakan, "Maksudnya
ialah mereka memulai shalatnya dengan bacaan Ummul qur'an sebelum
membaca surat-surat lain. Jadi bukan berarti mereka tidak membaca
bismillah, baik sesudah maupun sebelum."
Menurut Imam Syafi'i, bismillah ini dibaca mengikuti sifat bacaan surat
Al-Fatihah, ketika al-Fatihah pada tempat yang harus dibaca keras
(jahr), maka bismillah juga harus dibaca keras, sedang kalau pada tempat
yang harus dibaca lirih (sirr), maka bismillah juga harus di baca
lirih. Jadi dalam madzhab Syafi'i, membaca bismillah saat membaca surat
Al-Fatihah adalah wajib.
Jadi kalau kita sedang shalat sendirian (munfarid) maka wajib untuk
membaca Al-Fatihah, begitu pun pada shalat jama'ah ketika imam
membacanya secara sirr (tidak diperdengarkan) yakni pada shalat Dzuhur,
'Ashr, satu raka’at terakhir shalat Mahgrib dan dua raka’at terakhir
shalat 'Isya, maka para makmum wajib membaca surat Al-Fatihah tersebut
secara sendiri-sendiri secara sirr (tidak dikeraskan).
3) Pendapat Basmalah Termasuk Bagian Surat Al-Fatihah Tetapi Dibaca Secarah Lirih (Tidak Dikeraskan)
Dari hadits-hadits di atas, sepintas ada pertentangan antara hadits yang
mendukung pendapat bahwa basmalah termasuk bagian surat Al-Fatihah
dengan hadits yang mendukung pendapat bahwa basmalah tidak termasuk
bagian surat Al-Fatihah, benarkah?
Menurut Ibnu Qaiyim, sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam selalu membaca bismillah dalam shalat. Hanya saja beliau sering
membacanya dengan suara lirih/sirr (tidak dikeraskan).
# [Setelah selesai membaca ta’awudz], selanjutnya beliau membaca:
“BISMILLAAHIR RAHMAANIR RAHIIM”
[Artinya]: “Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Pemurah”,
dengan suara lirih. (HR. Bukhari Muslim, Abu ‘Awanah, Thahabi, dan Ahmad
Alasan dari yang memilih (Mazhab) jahar ialah sebuah Hadits yang
dirawikan oleh jamaah daripada sahabat-sahabat,di antaranya Abu Hurairah
dan isteri Rasulullah s.a.w. Ummu Salamah. Bahwasanya Rasulullah s.a.w
menjaharkan membaca Bismillahir¬Rahmanir-Rahim.
Kemudian itu ada pula satu riwayat dari Na'im bin Abdullah al¬Mujmar. Dia berkata.
"Aku telah sembahyang di belakang Abu Hurairah. Aku dengar dia membaca
Bismillahir-Rohmanir-Rohim, setelah itu dibacanya pula Ummul Qur'an.
Setelah selesai sembahyang diapun mengucapkan salam lalu berkata kepada
kami , Sesungguhnya akulah yang lebih mirip sembahyangnya dengan
sembahyang Rosululloh s. a. w ".
Hadits ini dirawikan oleh an-Nasai dan oleh Ibnu Khuzaimah dalam
shahihnya. Lalu disambungkannya. "Adapun jahar
Bismillahir¬Rohmanir-Rohim itu maka sesunguhnya telah tsabit dan sah
dari Nabi s.a.w ."
Hadits dirawikan pula oleh Ibnu Hibban dan al-Hakim atas syarat Bukhari
dan Muslim. Dan berkata al-Baihaqi : "Shahih isnadnya". Dan meriwayatkan
pula ad-Daruquthni dengan sanadnya, daripada Abu Hurairah, daripada
Nabi s.a.w :
10. "Adalah beliau apabila membaca sedang dia mengimami manusia, dibukanya dengan Bismillahir-Rahmanir-Rahim."
Dengan demikian selesailah soal dua Hadits Anas, bukan bertentangan,
melainkan menambah cenderung kita kepada Jahar ! Setelah kita selidiki
dengan seksama, semua Hadits yang membicarakan di antara jahardan
siirBi,smillahir-Rahmanir-Rahim itu, jelas bahwa pedoman dari kata-kata
atau sabda s.a.w sendiri (Aqwalun Nabi) tidak ada, yang memerintahkan
menjahar atau menyuruh mensiirkan, dan sebaliknya.
Yang jadi pedoman ialah riwayat-riwayat dari sahabat-sahabat beliau.
Baik yang menguatkan menjahar atau yang memilih siir saja. Dan setelah
diselidiki pula semua sanad hadits¬hadits itu, ada saja pembicaraan
orang atasnya, baik hadits yang mengatakan jahar atau yang mengatakan
siir.
Malahan terdapat dua riwayat berlawanan di antara jahar dan siir dari
satu orang. Sebab itulah masalah ini termasuk masalah khilafiyah masalah
yang dipertikaikan orang. Atau termasuk masalah ijtihadiyah, artinya
yang terserah kepada pertunbangan ijtihad masing-masing ahlinya.
Dalam hal ini terpakailah Qa'idah Ilmu Ushul yang terkenal.
"Ijtihad tidaklah dapat disalahkan dengan ijtihad pula. "
Sampai Ibnu Qayyim di dalam Zaadil-Maad mengambil satu jalan tengah. Dia berkata :
"Sesungguhnya Nabi s.a.w adalah menjaharkan Bismillahir-Rahmanir-Rahim
sekali-kali dan membacanya dengan siir pada kebanyakan kali. Dan tidak
syak lagi, tentu tidaklah beliau selalu menjaharkan tiap hari dan tiap
malam lima kali selama-lamanya, baik ketika dia sedang berada dalam kota
ataupun sedang dalam perjalanan, akan tersembunyi saja yang demikian
itu bagi Khalifah-khalifahnya yang bijak dan bagi Jumhur
sahabat-sahabatnya dan ahli sejamannya yang mulia itu. Ini adalah hal
yang sangat mustahil, sehingga orang perlu menggapai-gapai ke sana ke
mari mencari sandaran dengan kata¬kata yang Mujmal dan hadits-hadits
yang lemah. Meskipun hadits ¬hadits yang diambil itu ada yang shahih,
namun dia tidaklah sharih, dan meskipun ada yang sharih , tidak pula dia
shahih:" Sekian kata Ibnu
Qayyim.
Berkata al-Imam as-Syaukani selanjutnya di dalam Nailul¬Authaar :
"Dalam soal Ikhtilaf (perkara jahar dan siir Bismillah) ini, paling
banyak hanyalah khilafiyah dalam soal Mustahab atau Masnuun. Maka
tidaklah soal menjaharkan atau mensiirkan bacaan ini merupakan
sembahyang atau membatalkannya. Ijma' Ulama bahwa soal siir dan jahar
itu tidaklah membatalkan sembahyang. Oleh karena itu janganlah engkau
terpesona pula mengikuti setengah Ulama yang memperbesar-besar soal ini
dan mengobar-ngobarkan khilafiyahnya, sehinggga setengah mereka itu
sampai memandangnya sebagai satu soal yang mengenai
Itikad." Demikian kata as-Syaukani.
Tersebut pula dalam kitab Nailul Authaar, menurut berita dari Ibnu Abi
Syaibah, bahwa an-Nasai' pernah berkata. "Menjaharkan
Bismillahir-Rahmanir-Rahim itu adalah bid'ah."
Ibrahim bebas dengan pendapatnya, tetapi orang lain yang turut pula
mencap bid'ah orang yang menjaharkan Bismillah, berkata demikian
hanyalah karena taklidnya belaka kepada Ibrahim.
Orang ini bebas buat tidak menjaharkan Bismillah, tetapi menuduh orang
lain, termasuk sahabat-sahabat perawi hadits sebagai Ibnu Abbas, Ibnu
Umar dan Abu Hurairah jadi tukang bid'ah, adalah suatu perbuatan yang
jauh daripada sopan santun agama.
Agak panjang kita uraikan jahar atau siir Bismillah ini dalam "Tafsir"
ini , gunanya ialah buat menunjukkan bahwa dalam ranting-ranting
(furu'-furu') syari'at banyak terdapat hal semacam ini. ( KUTIPAN dari
TAFSIR AL AZHAR BUYA HAMKA).
Sabtu, 14 Januari 2012
Bacaan Bismillahirrohmanirrohim dalam sholat
09.15
Ardhia Pramesti
No comments
0 komentar:
Posting Komentar