Bismillah ar-Rahmaan ar-Rahiim.
Berangkat dari sebuah komentar dari salah seorang pengunjung blog ini, yang menuliskan kalimat: “ORANG
YANG BERTAQLID DENGAN PERKATAAN IMAM SYAFI’I YANG MEMBAGI BID’AH
MENJADI 2, MENGAPA TIDAK JUGA BERTAQLID KEPADA BELIAU DALAM HAL MEMBENCI
SELAMATAN KEMATIAN DAN DZIKIR BERJAMAAH“
Silakan lihat komentarnya di link ini http://jundumuhammad.wordpress.com/2011/02/25/debat-ahlussunnah-wal-jamaah-vs-wahhabi-masalah-tradisi-talqin-mayyit/#comment-271
Saya tidak akan menanggapi perihal
pembagian Bid’ah menjadi Bid’ah Hasanah maupun Bid’ah Dholalah, karena
sudah banyak saya bahas di blog saya ini. Saya hanya akan membahas
masalah dzikir berjamaah, berikut ini saya terjemahkan pendapat al-Imaam
Jalaluddin as-Suyuthi rahimahullaah secara lengkap, yang termaktub di
dalam kitab karyanya Al-Haawi li al-Fatawi, pada sub bab Natiijat
al-Fikr Fi al-Jahr Fi adz-Dzikr.
Dan perlu diketahui pula bahwasanya
beliau al-Imaam as-Suyuthi rahimahullah adalah salah satu imam dan
ulama’ terkemuka di dalam madzhab Syafi’iyyah.
Apakah benar
ulama’ dari madzhab asy-Syafi’iyyah membenci DZIKIR BERJAMAAH seperti
yang diklaim oleh salah satu komentator blog tadi?
Baiklah, berikut ini saya sajikan kajian
dari kitab al-Hawi li al-Fatawi dan saya lampirkan scan halaman per
halamannya serta saya terjemahkan. Silakan disimak baik-baik.
Hasil Penelaahan Mengenai Permasalahan Berdzikir dengan Jahr
(Dzikir dengan Mengeraskan Suara)
Dengan asma’ Alloh yang Maha Pengasih
lagi maha Penyayang, segala puji bagi Alloh yang memberikan kecukupan
bagiku, dan keselamatan kesejahteraan bagi hamba-Nya yang terpilih.
Aku bertanya kepadamu (wahai Syaich
as-Suyuthi) semoga Allah Ta’aala memuliakanmu, mengenai suatu hal yang
umum dilakukan para pemuka shufiyyah yang menyelenggarakan halaqah dzikr
dan men-jahr-kannya di dalam masjid dan mengeraskan suaranya dengan
bacaan tahlil, apakah hal yang demikian ini makruh atau tidak?
Jawabannya adalah:
Sesungguhnya hal yang demikian ini tidak
dihukumi makruh sama sekali, dan sungguh terdapat banyak riwayat
hadits-hadits yang menunjukkan disunnahkannya berdzikir secara jahr,
selain itu terdapat pula hadits-hadits yang menunjukkan disunnahkannya
berdzikir secara sirr (pelan) sehingga perlu dikompromikan kedua cara
berdzikir tersebut, yang mana hal tersebut dilaksanakan berbeda-beda
menurut keadaan dan masing-masing pribadi. Sebagaimana al-Imaam
an-Nawawi mengkompromikan hadits-hadits tentang disunnahkannya membaca
Al-Quran secara jahr, dan (hadits-hadits) yang menyebutkan tentang
diperbolehkannya membacanya secara sirr, berikut ini akan saya jelaskan
secara fasal demi fasal.
Selanjutnya beliau (al-Imaam as-Suyuthi
rahimahullaah) menyebut hadits-hadits yang menunjukkan disunnahkannya
mengeraskan suara pada saat dzikir, baik secara shorih (terang) maupun
iltizam (tersirat).
1. Hadits Pertama:
Telah diriwayatkan oleh al-Imaam
al-Bukhari rahimahullah, bahwasanya Abu Hurairah radhiyallaah ‘anhu
berkata: Bersabda Rasulullaah shollallaah ‘alaih wa sallam: Alloh
Ta’aala berfirman: “Aku mengikuti prasangka hamba-Ku terhadap-Ku, dan
Aku selalu bersamanya apabila dia mengingat-Ku. Apabila dia mengingat-Ku
di dalam dirinya (Sirr), maka Aku akan mengingat dia pada diri-Ku
(Sirr), apabila dia mengingat-Ku dalam jumlah kelompok yang besar, maka
Aku akan menyebut nama mereka dalam kelompok yang jauh lebih baik dari
kelompok mereka.”
Beliau al-Imaam as-Suyuthi rahimahullaah
berkomentar: “Dan berdzikir dalam kelompok yang besar tidak lain
dilaksanakan secara jahr.”
2. Hadits Kedua:
Diriwayatkan oleh al-Bazzaar dan
al-Hakiim di dalam al-Mustadrak dan menyatakan keshahihannya, bahwasanya
Jabir radhiyallaah ‘anhu berkata: Telah keluar Nabi Shollallaah ‘alaih
wa sallam kepada kami, dan bersabda: Wahai manusia, sesungguhnya Alloh
Ta’aala menebarkan para malaikat untuk mendatangi majlis dzikr di bumi,
maka masuklah ke dalam taman-taman surga itu. Mereka berkata: Dimanakah
taman-taman surga itu? Beliau bersabda: Majlis-majlis dzikr, sebaiknya
kalian berdzikir kepada Allah tiap pagi dan petang.
3. Hadits Ketiga:
Diriwayatkan oleh Muslim dan al-Hakim
dengan lafadz dari abu Hurairah: telah bersabda Rasulullah Shollallaah
‘alaih wa sallam: Sesungguhnya Allah memiliki malaikat-malaikat Sayyarah
yang mencari majlis dzikir di bumi, maka apabila mereka menemukan
majlis dzikir, mereka saling mengelilingi dengan sayap-sayap mereka
hingga mencapai langit, maka Allah berfirman: Dari mana kalian? Mereka
menjawab: Kami telah mendatangi hamba-Mu yang bertasbih, bertakbir,
bertahmid, bertahlil, memohon kepada Engkau, meminta perlindungan-Mu.
Maka Allah berfirman: Apa yang kalian pinta? (dan Allah-lah yang lebih
mengetahui apa-apa tentang mereka), mereka menjawab: Kami memohon Surga
kepada Engkau. Allah berfirman: Apakah kalian sudah pernah melihat
Surga?. Mereka menjawab: Tidak, Wahai Rabb. Allah berfirman: Bagaimana
seandainya mereka pernah melihatnya?, kemudian Allah berfirman: Terhadap
apa kalian meminta perlindungan-Ku? Sedangkan Allah Maha Mengetahui
perihal mereka. Mereka menjawab: (Kami memohon perlindungan-Mu) dari api
neraka. Kemudian Allah berfirman: Apakah kalian pernah melihatnya?.
Mereka menjawab: Tidak. Selanjutnya Allah berfirman: Bagaimana
seandainya kalau mereka pernah melihatnya?. Kemudian Allah berfirman:
Saksikanlah, sesungguhnya Aku telah mengampuni mereka, dan Aku
perkenankan permintaan mereka, dan Aku beri perlindungan terhadap mereka
atas apa-apa yang mereka minta perlindungan-Ku. Mereka berkata: Wahai
Rabb kami, sesungguhnya didalamnya (majlis dzikir) terdapat seorang
hamba penuh dosa yang duduk didalamnya dan dia bukanlah bagian dari
mereka (yang berdzikir), maka Allah berfirman: Dan dia termasuk ke dalam
orang-orang yang Aku ampuni, karena kaum itu adalah kaum yang tidak
mencelakakan orang-orang yang duduk bersama mereka.
4. Hadits Keempat
Diriwayatkan oleh Muslim dan at-Tirmidzi,
dari abu-Hurairah dan abu Sa’id al-Khudriy radhiyallaah ‘anhumaa,
bahwasanya Rasulullah Shollallaah ‘alaih wa sallam bersabda: Tidaklah
suatu kaum yang berdzikir kepada Allah melainkan para malaikat akan
mengelilinginya dan melimpahkan rahmat, dan diturunkan atas mereka
sakinah (ketenangan) dan Allah Ta’aala menyebut mereka kepada siapa saja
yang berada di sisi-Nya.
Diriwayatkan oleh Muslim dan at-Tirmidzi, dari Mu’awiyyah, bahwasanya Nabi Shollallaah ‘alaih wa sallam keluar menuju kepada halaqah daripada sahabatnya, kemudian beliau bersabda: “Kenapa kalian duduk-duduk?” Mereka menjawab: “Kami duduk untuk berdzikir dan memuji Allah Ta’aala.” Beliau bersabda: “Sesungguhnya Jibril mendatangiku dan mengabarkan kepadaku bahwasanya Allah Ta’aala membanggakan kalian kepada malaikat.”
6. Hadits Keenam
Diriwayatkan oleh al-Hakim sekaligus
beliau menshohihkannya dan Baihaqi di dalam Sya’b al-Imaan dari Abu
Sa’id al-Khudriy radhiyallaah ‘anhu berkata: Telah bersabda Rasulullaah
Shollallaah ‘alaih wa sallam: “Perbanyaklah olehmu di dalam berdzikir
kepada Allah Ta’aala, sehingga mereka (kaum munafiquun) mengatakan bahwa
kalian adalah ‘orang gila’.“
7. Hadits Ketujuh
Berkata al-Baihaqi di dalam Syu’b
al-Imaan dari abu al-Jauza’ radhiyallaah ‘anhu berkata: Telah bersabda
Rasulullah Shollallaah ‘alaih wa sallam: “Perbanyaklah berdzikir kepada
Allah Ta’aala, sehingga kaum munafiquun berkata, ‘Kalian gila’.”
Beliau al-Imaam as-Suyuthi rahimahullaah
berkomentar: Ini hadits mursal, adapun tujuan pendalilan menggunakan
hadits ini dan yang sebelumnya lebih ditujukan untuk dzikir jahr, bukan
dzikir sirr.
8. Hadits Kedelapan
Diriwayatkan oleh al-Baihaqi dari Sahabat
Anas radhiyallaah ‘anhu berkata: Telah bersabda Rasulullaah Shollallaah
‘alaih wa sallam: “Apabila kalian menemukan taman-taman surga, maka
ramaikanlah ia.” Para sahabat bertanya: “Wahai Rasulullaah, apakah yang
disebut taman surga itu?” Beliau bersabda: “Halaqah dzikir.”
9. Hadits Kesembilan
Diriwayatkan oleh Baqi bin Makhlad, dari
‘Abdullah ibn Umar radhiyallaah ‘anhu, bahwasanya Nabi Shollallaah
‘alaih wa sallam melewati dua majelis, salah satu dari majelis menyeru
dan mengagungkan Allah Ta’aala. Dan majelis yang satunya mengajarkan
ilmu. Kemudian beliau bersabda: “Kedua-duanya baik, akan tetapi salah
satunya lebih utama (daripada majelis yang satunya).”
Diriwayatkan oleh al-Baihaqi dari
‘Abdullaah ibn Mughaffal berkata: Telah bersabda Rasulullaah Shollallaah
‘alaih wa sallam: “Tiada suatu kaum yang berkumpul untuk berdzikir
kepada Allah Ta’aala kecuali mereka akan dipanggil oleh para pemanggil
dari langit: ‘Bangunlah kalian, sesungguhnya kalian sudah diampuni,
sungguh keburukan-keburukan kalian telah diganti dengan
kebaikan-kebaikan’.”
11. Hadits Kesebelas
Diriwayatkan oleh al-Baihaqi dari Abu
Sa’id al-Khudriy radhiyallaah ‘anhu, bahwasanya Nabi Shollallaah ‘alaih
wa sallam bersabda: “Berfirman Allah Ta’aala pada hari Qiyamah:
‘Orang-orang yang dikumpulkan pada hari ini akan mengetahui siapa saja
yang termasuk orang-orang mulia’. Para sahabat bertanya: ’Siapakah yang
termasuk orang-orang mulia tersebut Wahai Rasulullaah?’. Beliau
bersabda: ‘Majelis-majelis dzikir di masjid’. ”
12. Hadits Keduabelas
Diriwiyatkan oleh al-Baihaqi dari ibnu
Mas’ud radhiyallaah ‘anhu berkata: “Sesungguhnya gunung memanggil gunung
lainnya dengan namanya dan bertanya: ‘Wahai fulan, apakah kamu hari ini
sudah dilewati orang yang berzikir kepada Allah?’ Yang apabila dijawab:
‘Ya’ mereka akan merasa sangat gembira. Kemudian Abdullah membaca ayat:
‘(Perkataan gunung) Sungguh-sungguh kalian telah mendatangkan ‘idda
(kemunkaran yang sangat besar), sehingga hampir-hampir langit pecah
berkeping-keping.’ Beliau berkomentar: ‘Apakah mereka (gunung-gunung)
hanya mendengar kemunkaran, dan tidak mendengar kebaikan?’”
13. Hadits KetigabelasDiriwayatkan oleh ibn Jarir di dalam kitab tafsirnya, dari ibn ‘Abbas radhiyallaah ‘anhu mengenai firman Allah Ta’aala: “Maka tidaklah langit dan bumi menangis atas mereka”. Bersabda Nabi Shollallaah ‘alaih wa sallam: “Bahwasanya apabila seorang mukmin wafat, menangislah bumi tempat dia sholat dan berdzikir kepada Allah.” Diriwayatkan pula oleh ibn Abi ad-Dunya dari Abu Ubaid berkata: “Sesungguhnya apabila seorang mukmin wafat, maka berserulah bongkahan bumi: ‘Hamba Allah ‘ta’aala yang mukmin telah wafat!’, maka menangislah atasnya bumi dan langit, kemudian ar-Rahmaan berfirman: ‘Mengapa kalian menangisi hamba-Ku?’. Mereka berkata: ‘Wahai Rabb kami, tidaklah dia berjalan di suatu daerah kami melainkan ia berdzikir kepada-Mu ’ ”
Tujuan pendalilan menggunakan hadits ini adalah: “Dengarnya gunung dan bumi akan dzikir tidak lain dikarenakan dzikir tersebut di-jahr-kan”
14. Hadits Keempatbelas
Diriwayatkan oleh al-Bazzar dan
al-Baihaqi dengan sanad Shohih dari ibn ‘Abbas radhiyallaah ‘anhu
berkata: Telah bersabda Rasulullaah Shollallaah ‘alaih wa sallam: Allah
Ta’aala berfirman: “Wahai hamba-Ku apabila engkau berdzikir kepada-Ku di
dalam kesunyian, maka Aku akan mengingatmu di dalam kesunyian pula, dan
apabila engkau berdzikir kepada-Ku dalam kelompok yang banyak, maka
Akupun akan mengingatmu di dalam kelompok yang jauh lebih baik dan lebih
besar”
15. Hadits Kelimabelas
Diriwayatkan oleh al-Baihaqi dari Zaid
ibn Aslam berkata: Berkata ibn Adra’: “Pada suatu malam aku pergi
bersama Rasulullaah shollallaah ‘alaih wa sallam, kemudian beliau
melewati seorang lelaki di dalam masjid sedang mengangkat suaranya
tinggi-tinggi. Aku (ibn Adra’) berkata: ‘Wahai Rasulullaah, barangkali
lelaki ini sedang Riya’ (memamerkan ibadahnya)?’ Beliau bersabda:
‘Bukan, dia sedang berdo’a dan mengadu’”. Al-Baihaqi meriwayatkan pula
dari ‘Uqbah ibn ‘Amir: Bahwasanya Rasulullaah shollallaah ‘alaih wa
sallam bersabda kepada seorang lelaki bernama Dzul Bajadain:
“Sesungguhnya dia banyak berdo’a dan mengadu, itu semua karena dia
selalu berdzikir kepada Allah Ta’aala”. Al-Baihaqi juga meriwayatkan
dari Jabir ibn ‘Abdullah bahwasanya ada seorang lelaki yang meninggikan
suaranya ketika berdzikir sehingga lelaki yang lainnya berkata,
“Seandainya saja orang ini merendahkan suaranya.” Rasulullah Shollallaah
‘alaih wa sallam bersabda: “Biarkanlah dia, sesungguhnya dia sedang
berdoa dan mengadu.”
16. Hadits KeenambelasDiriwayatkan oleh al-Hakim dari Syaddad ibn Aus berkata: “Sesungguhnya kami sedang bersama Rasulullah Shollallaah ‘alaih wa sallam pada saat beliau bersabda: ‘Angkatlah tangan kalian dan ucapkanlah لا اله الا الله ’, maka kami melaksanakan perintah beliau”. Kemudian beliau bersabda: “Ya Allah, sesungguhnya Engkau utus aku karena kalimah ini, Engkau perintahkan aku juga karenanya, Engkau janjikan aku surga juga karenanya, sesungguhnya Engkau tidak menyalahi janji.” Kemudian beliau bersabda kepada para sahabat: “Bergembiralah kalian, karena Allah sudah mengampuni kalian semua.”
17. Hadits Ketujuhbelas
Diriwayatkan oleh al-Bazzar dari Anas
radhiyallaah ‘anhu dari Nabi Shollallaah ‘alaih wa sallam: “Sesungguhnya
Allah Ta’aala memiliki Malaikat Sayyarah yang mencari halaqah-halaqah
dzikir. Dan apabila mereka menemukannya maka mereka mengelilingi
tempat-tempat tersebut. Kemudian Allah Ta’aala berfirman: “Naungi mereka
dengan rahmat-Ku, mereka adalah orang-orang yang duduk yang tidak
mencelakakan pendatang yang ikut duduk bersama mereka.”
18. Hadits Kedelapanbelas
Diriwayatkan oleh at-Thabrani dan ibn
Jarir, dari Abdurrahman ibn Sahl ibn Hanif berkata: “Saat Rasulullah
Shollallaah ‘alaih wa sallam berada di salah satu rumahnya,
diturunkanlah ayat: “Sabarkanlah dirimu bersama orang-orang yang menyeru
Rabb mereka di pagi hari dan petang hari.” (Ayat). Kemudian beliau
keluar kepada sahabat dan mendapati mereka sedang berdzikir, diantara
mereka ada yang sudah beruban, kusam kulit dan hanya memiliki satu
pakaian. Melihat mereka, Nabi Shollallaah ‘alaih wa sallam duduk bersama
mereka dan bersabda: “Segala puji bagi Allah Ta’aala yang telah
menjadikan diantara kalangan ummatku orang-orang yang diperintahkan aku
untuk bersabar bersama mereka.”
19. Hadits Kesembilanbelas
Diriwayatkan oleh al-Imaam Ahmad di dalam
az-Zuhd dari Tsabit berkata: “Salman berada di dalam sebuah kelompok
yang berdzikir kepada Allah Ta’aala, kemudian Nabi Shollallaah ‘alaih wa
sallam melewati mereka sehingga menyebabkan mereka berhenti, kemudian
beliau bersabda: “Apa yang kalian ucapkan?”. Jawab kami: “Kami berdzikir
kepada Allah Ta’aala.” Selanjutnya beliau bersabda: “Sesungguhnya aku
melihat rahmat turun atas kalian, aku menginginkan bersama-sama kalian
di dalam rahmat tadi.” Selanjutnya beliau bersabda: “Segala puji bagi
Allah yang telah menjadikan diantara ummatku orang-orang yang
diperintahkan aku untuk bersabar bersama mereka.”
20. Hadits Keduapuluh
Diriwayatkan oleh al-Ishbahani di dalam
at-Targhiib, dari Abu Razin al-Aqili, bahwasanya Rasulullah Shollallaah
‘alaih wa sallam bersabda kepadanya: “Maukah engkau aku tunjukkan
rajanya perkara yang dengannya engkau dapat meraih kebaikan dunia dan
akhirat?”, dia menjawab: “Mau, wahai Rasulullaah.” Rasulullah bersabda:
“Hendaklah engkau sering-sering mendatangi majelis-majelis dzikir, dan
apabila engkau sedang dalam keadaan sendirian, maka gerakkanlah lisanmu
untuk berdzikir kepada Allah Ta’aala.”
Diriwayatkan oleh ibn Abi ad-Dunya,
al-Baihaqi, dan al-Ishbahani dari Anas radhiyallaah ‘anhu berkata: Telah
bersabda Rasulullah Shollallaah ‘alaih wa sallam: “Sesungguhnya duduk
bersama kaum yang berdzikir setelah sholat shubuh hingga terbit
matahari, lebih aku sukai daripada segala sesuatu yang disinari
matahari. Dan sesungguhnya duduk bersama kaum yang berdzikir setelah
sholat ‘ashar hingga terbenamnya matahari, lebih aku sukai daripada
dunia dan seisinya.”
22. Hadits Keduapuluh Dua
Diriwayatkan oleh asy-Syaikhani (Bukhari
dan Muslim) dari ibn ‘Abbas radhiyallaah ‘anhu berkata: “Sesungguhnya
mengeraskan suara dzikir setelah orang-orang menyelesaikan sholat wajib
sudah atas persetujuan dari Nabi Shollallaah ‘alaih wa sallam”. Berkata
pula ibn ‘Abbas: “Sesungguhnya aku selalu mengetahui apabila mereka
telah menyelesaikan sholat, kemudian terdengar mereka berdzikir.”
23. Hadits Keduapuluh Tiga
Diriwayatkan oleh al-Hakim dari ‘Umar ibn
al-Khaththab radhiyallaah ‘anhu bahwasanya Rasulullaah Shollallaah
‘alaih wa sallam bersabda: “Barangsiapa yang masuk ke dalam pasar
kemudian mengucap:
لا اله الا الله وحده لا شريك له له الملك وله الحمد يحيى ويميت وهو على كل شيء قدير
Maka Allah Ta’aala akan menetapkan
baginya sejuta kebaikan dan menghapus sejuta keburukan, dan menaikkan
derajatnya dengan sejuta derajat dan dibuatkan rumah di Surga.”
Di dalam beberapa thuruq (jalur mata rantai periwayatan) di hadits ini tertulis “ فنادى ”
Artinya: “Menyeru.”24. Hadits Keduapuluh Empat
Diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Dawud, dan
at-Tirmidzi dan beliau menyatakan shohih, dan an-Nasa’i serta ibn Majah,
dari Sa’ib bahwasanya Rasulullaah Shollallaah ‘alaih wa sallam
bersabda: “Jibril ‘alahissalaam mendatangiku dan berkata: ‘Perintahkan
para sahabatmu untuk mengeraskan suara mereka di dalam bertakbir.’”
25. Hadits Keduapuluh Lima
Diriwayatkan oleh al-Maruwzi di dalam
kitab al-‘Iidain dari Mujahid, bahwasanya ‘Abdullah ibn ‘Umar dan Abu
Hurairah radhiyallaah ‘anhuma mendatangi pasar pada hari-hari sepuluh
(dzulhijjah) maka keduanya bertakbir. Tidaklah mereka mendatangi pasar
kecuali untuk bertakbir. Dan diriwayatkan pula oleh ‘Ubaid ibn ‘Umair
berkata: Sesungguhnya ‘Umar selalu bertakbir di dalam qubbahnya,
sehingga seisi masjid juga bertakbir, dan juga seisi pasar juga
bertakbir, sehingga seluruh Mina bergemuruh suara takbir. Dan
diriwayatkan pula dari Maimun ibn Mahran berkata: Aku dapati manusia
mengumandangkan takbir di hari ke sepuluh (dzulhijjah) sehingga aku
memisalkannya seperti gelombang lautan dikarenakan begitu banyaknya.
[Fasal]
Kalau engkau mau memikirkan secara
mendalam atas hadits-hadits yang telah kami kemukakan di atas, nyatalah
bahwasanya seluruhnya tidak memakruhkan mengeraskan suara di dalam
berdzikir, sama sekali tidak, akan tetapi semuanya menunjukkannya
sebagai kesunnahan, baik secara langsung maupun secara tersirat seperti
halnya yang sudah kami paparkan diatas.
Adapun apabila hadits-hadits di atas
secara lahiriyahnya bertentangan dengan hadits: “Sebaik-baik dzikr
adalah yang tersembunyi (sirr)”, maka dapat dibandingkan secara
mu’aradhah antara hadits-hadits jahr dan sirr di dalam membaca Al-Quran,
seperti juga dengan bersedekah secara sirr. Dalam hal ini al-Imaam
an-Nawawi rahimahullaah mengkompromikan hadits-hadits tersebut dengan
kesimpulan: “Menyembunyikan (sirr) lebih baik kalau khawatir akan
menimbulkan riya’, mengganggu orang yang sedang sholat, atau orang yang
sedang tidur. Sedangkan jahr lebih baik dilakukan apabila diluar
kondisi-kondisi di atas. Karena pada dzikir secara jahr mengandung
banyak amalan, faedahnya dapat mengalir kepada para pendengarnya,
disamping agar hati para pedzikir terjaga dan mengkonsentrasikan niatnya
kedalam fikirannya serta pendengaran menyimak alunan dzikir sehingga
dapat mengusir rasa kantuk dan semakin menambah semangat di dalam
berdzikir.”
Beberapa ulama’ berpendapat Sunnah
men-jahr-kan sebagian bacaan Al-Quran dan men-sirr-kan sebagiannya.
Karena boleh jadi orang yang men-sirr-kan bacaannya merasa bosan dan
menyukai kembali apabila membacanya secara jahr. Dan terkadang orang
yang men-jahr-kan merasa lelah, sehingga ia dapat beristirahat dengan
men-sirr-kan bacaannya. Selesai.
Demikian pula pendapat kami (as-Suyuthi)
tentang dzikir, dipilah-pilah seperti ini. Dengan demikian, berhasillah
dikompromikan antara hadits-hadits yang mu’aradhah (bertentangan).
Bila kamu bertanya: (Bukankah) Allah
Ta’aala telah berfirman: “Dan sebutlah nama Rabb-mu dalam hatimu dengan
merendahkan diri dan rasa takut, dan tidak dengan mengeraskan suara.”
Aku (as-Suyuthi) mencoba menjawab dengan tiga jawaban:
Pertama: “Ayat tersebut
termasuk kategori Makkiyah seperti halnya ayat Al-Isra’: “Dan janganlah
kamu mengeraskan suaramu di dalam sholatmu dan janganlah pula
merendahkannya”. Sesungguhnya ayat ini diturunkan ketika Rasulullah
Shollallaah ‘alaih wa sallam mengeraskan bacaan Al-Quran dan terdengar
oleh orang-orang musyrikin, sehingga mereka musyrikin mencaci-maki
ayat-ayat Al-Quran dan yang menurunkannya (Allah Ta’aala). Lalu Allah
Ta’aala memerintahkan untuk meninggalkan jahr untuk menutup wasilah
(cercaan mereka). Sama halnya dengan pelarangan memaki-maki
patung-patung mereka pada firman: ”Dan janganlah kamu memaki
sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti
akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan.”
Dan alasan pelarangan tersebut sekarang telah sirna. Ini pula yang ditunjukkan Ibnu Katsir dalam Tafsirnya.
Kedua: “Sebagian
mufassir, diantaranya: Abdurrahman bin Zaid bin Aslam (guru Imam Malik),
dan Ibnu Jarir, mendorong ayat ini kepada keadaan pedzikir saat ada
pembacaan Al-Quran, bahwa dianjurkan demikian untuk menghormati
Al-Quran, agar suara dzikir tidak dikeraskan disisinya. Hal ini
diperkuat oleh firman sebelumnya: ”Dan apabila dibacakan Al Quran, maka
dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah”. Menurut hematku: ‘Saat
diperintahkan ‘inshat’ (diam dan memperhatikan) seolah-olah ada
kekhawatiran akan kecenderungan kepada menganggur (dari dzikir), maka
Allah menegaskan pada ayat selanjutnya, sekalipun ada perintah berhenti
dzikir dengan lisan, perintah dzikir dengan hati tetaplah abadi sehingga
jangan sampai lalai dari menyebut (nama) Allah Ta’aala. Karena itu,
ayat ini diakhiri dengan: ”Janganlah kamu termasuk orang-orang yang
lalai (dari menyebut nama Allah Ta’aala).”
Ketiga: Para ulama sufi
menyebutkan, bahwa ayat di atas dikhususkan buat Nabi Shollallaah ‘alaih
wa sallam yang memang telah begitu sempurna. Sedangkan orang-orang
selain beliau, yang merupakan tempat was-was dan gudangnya
pikiran-pikiran yang jelek, dianjurkanlah mengeraskan suara zikir,
karena lebih memberi efek pada menolak kekurangan-kekurangan tersebut.
Menurutku, pendapat ulama sufi di atas didukung oleh hadits yang
dikeluarkan Al-Bazzar dari Mu’adz bin Jabal berkata: bersabda Rasulullah
Shollallaah ‘alaih wa sallam: “Siapa saja yang shalat pada malam hari
hendaklah mengeraskan bacaannya, karena sesungguhnya para Malaikat ikut
shalat bersamanya dan mendengar bacaan dia, dan sesungguhnya seluruh jin
mukmin yang terbang di udara serta tetangga yang berada dalam rumahnya
ikut pula shalat dan mendengar bacaannya, dan sesungguhnya pengerasan
bacaan juga dapat mengusir jin-jin fasiq dan setan-setan jahat dari
rumah dan sekitarnya”.
Kalau engkau bertanya: (bukankah) Allah
Ta’aala telah berfirman: ”Berdoalah kepada Tuhanmu dengan merendah diri
dan suara yang lembut, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang
yang melampaui batas.” Dan kata ‘melampaui batas’ ditafsirkan dengan
‘mengeraskan suara doa’, maka aku akan menjawab dengan dua jawaban
sebagai berikut:
Pertama: Tafsir yang
rajih mengenai ayat ini, bahwa ‘melampaui batas’ ditafsirkan dengan
‘melampaui yang diperintahkan’ atau ‘mengada-ngadakan doa yang tidak ada
dasarnya dalam agama’. Penafsiran ini diperkuat oleh hadits yang
dikeluarkan Ibnu Majah dan Hakim dalam kitab Mustadraknya, sekaligus
men-shohihkannya, dari Abu Nu’amah radhiyallaah ‘anh, bahwa Abdullah bin
Mughaffal mendengar anaknya berdoa: ”Ya Allah, sesungguhnya aku memohon
kepadaMu sebuah istana putih di sebelah kanan surga.” Abdullah menegur
anaknya: “Aku mendengar Rasulullah Shollallaah ‘alaih wa sallam
bersabda: ‘Akan muncul dalam kalangan umatku nanti suatu kaum yang
melampaui batas dalam doa-doa mereka’”. Beginilah penafsiran seorang
sahabat yang mulia, yang beliau lebih tahu apa yang dimaksudkan oleh
sebuah nash.
Kedua: Anggaplah kita menerima (bahwa
ayat di di atas memang melarang mengeraskan suara), tapi hanya
mengeraskan suara pada doa, bukan dalam berzikir. Secara khusus doa
memang lebih afdhal di-sirr-kan, karena lebih dekat kepada ijabah.
Inilah alasannya mengapa Allah Ta’aala berfirman: ”Yaitu tatkala ia
(Nabi Zakaria) berdoa kepada Tuhannya dengan suara yang lemah-lembut”.
Dan karena itulah disunatkan men-sirr-kan bacaan “ta’awwudz” dalam
shalat secara ittifaq, karena ia adalah doa.
Kalau engkau bertanya: Telah dinukilkan
dari ibn Mas’ud, bahwa beliau menyaksikan suatu kelompok orang yang
menyaringkan suara tahlil dalam mesjid, lalu berkata: ”Aku tidak melihat
kepada kalian kecuali hanya orang-orang pembuat bid’ah semata”.
Kemudian beliau mengusir mereka dari masjid.
Aku (as-Suyuthi) menjawab: Atsar Ibnu
Mas’ud ini butuh kepada menjelaskan sanad-sanadnya dan siapa saja yang
ada mengeluarkannya dalam kitabnya diantara para Imam Hafidh hadits.
Dan, katakanlah memang Atsar itu ‘tsabit’, tetapi kemudian bertentangan
dengan banyak hadits yang telah ‘tsabit’ pula di atas. Dan hadits lebih
diutamakan kalau terjadi ‘ta’arrudh’. Kemudian, aku melihat secara tidak
langsung ada keingkaran dari Abdullah bin Mas’ud terhadap atsarnya
sendiri. Diantaranya, berkata Imam Ahmad bin Hanbal dalam kitab Az-Zuhd:
‘Husen bin Muhammad menceritakan kepada kami, Mas’udy menceritakan
kepada kami dari ‘Amir bin Syaqiq dari Abu Wa-il berkata: ”Banyak orang
yang menduga bahwa Abdullah bin Mas’ud selalu melararang berzikir
(secara jahr), tetapi tidaklah aku duduk bersamanya di suatu tempat
kecuali beliau selalu berdzikir”. Imam Ahmad mengeluarkan dalam
‘Az-Zuhd’ dari Tsabit Al-Banany berkata: ”Sesungguhnya ahli dzikir
ketika duduk hendak berdzikir dengan beban dosa yang semisal gunung
sekalipun, maka sesungguhnya tatkala mereka bangun dari ‘dzikrullah’ ia
tidak lagi mempunyai dosa sedikitpun.
Selesai
Demikian terjemah dari kitab al-Hawi li
al-Fatwi pada Sub Bab Natiijat al-Fikr Fi al-Jahr Fi adz-Dzikr yang
dapat saya sampaikan, yang menunjukkan dalil-dalil shohih atas
disunnahkannya berdzikir secara jahr dan berjamaah yang sudah umum
dilaksanakan dan diamalkan di kalangan kaum ahlussunnah wal jama’ah.
Semoga bermanfaat.
Wallaahu a’lam.
0 komentar:
Posting Komentar