Mazhab
Hanbali di antara mazhab resmi yang diakui dikalangan ahlus sunnah,
dilihat dari sisi kelahiran dan banyaknya pengikut berada pada urutan
keempat.
Perintis mazhab Hanbali, Abu Abdullah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal
Syaibani, berasal dari suku Arab. Kakeknya di zaman kekhalifaan Umayyah
adalah seorang pejabat tinggi. Beliau lahir di Baghdad pada tahun 164 H
dan telah belajar Al-Qur’an dan menghafalnya sejak kecil.
Imam
Ahmad memulai pengembaraan ilmunya dengan belajar fiqh dari Abu Yusuf
(sahabat Imam Abu Hanifah) kemudian melanjutkannya dengan belajar
hadits. Beliaupun belajar fiqh dari Imam Syafi’i dan menjadi murid
terdekatnya. Di masa pemerintahan Bani Abbasiyah, Imam Ahmad
mendakwahkan aqidah yang bertentangan dengan pendapat resmi
pemerintahan, mengenai kemakhlukan Al-Qur’an. Beliau berpendapat
Al-Qur’an bukanlah sesuatu yang diciptakan, ia bukanlah makhluk. Karena
berbeda dengan pendapat yang diyakini mayoritas, ia pun dijebloskan ke
penjara selama 18 bulan dimasa pemerintahan al Mu’tashim. Baru setelah
pemerintahan al-Mutawakkil yang lebih bijaksana, Imam Ahmad pun
dibebaskan dari penjara.
Setelah
terpisah dari Imam Syafi’i, Imam Ahmad mendirikan mazhab fiqih baru.
Landasan pemikiran dan pengambilan hukum mazhab ini dari 5 unsur
penting, Al-Qur’an, sunnah Rasulullah saww, fatwa sahabat-sahabat Nabi,
perkataan sahabat Nabi dan semua hadist dhaif (lemah) selama tidak
bertentangan dengan Al-Qur’an. Peninggalan terpenting Imam Ahmad adalah
kitab Musnad-nya. Karya ini adalah sebuah antologi hadits-hadits Nabi
Muhammad yang disusun berdasarkan urutan nama para sahabat yang
meriwayatkan hadits-hadits tersebut dan diterbitkan dalam enam jilid..
Di dalam karya ini, terdapat sekitar 30.000 hadits yang disusun
berdasarkan klasifikasi sahabat-sahabat nabi. Klasifikasi tersebut
dimulai dari hadits-hadits sepuluh sahabat yang telah direkomendasi oleh
Nabi Muhammad untuk masuk surga, sahabat-sahabat senior di luar sepuluh
sahabat tersebut, sahabat-sahabat yang tergolong ahlu bait nabi, sisa
sahabat-sahabat senior, juga sahabat-sahabat yang berdiam di
Makkah-Madinah-Syam-Kufah, sisa sahabat-sahabat Anshor, sampai kemudian
ditutup dengan hadits-hadits dari para sahabat nabi yang berasal dari
kabilah-kabilah di luar Makkah dan Madinah.
Karya-karya
beliau yang lain mencakup, Tafsir al Qur’an, An Nasikh wa al Mansukh,
Al Muqaddam wa Al Muakhar fi al Qur’an, Jawabat al Qur’an, At Tarih, Al
Manasik Al Kabir, Al Manasik Ash Shaghir, Tha’atu Rasul, Al ‘Ilal, Al
Wara’ dan Ash Shalah. Peninggalan terpenting dari beliau yang khusus
membahas fiqih adalah kumpulan fatwa beliau dalam tanya-jawab keagamaan
dengan murid-muridnya yang kemudian dikumpulkan oleh Ibnu Qayyum (751
M). Kumpulan fatwa beliau terdiri atas 20 jilid. Muhammad bin Ismail
Al-Bukhari dan Muslim bin Hajjaj Naisyaburi terhitung sebagai pengikut
dalam mazhab beliau. Imam Ahmad bin Hanbal wafat di Baghdad tahun 241 H.
Mazhab Hanbali pada Abad ke Delapan
Imam
Ahmad sebelum terhitung dan dikenal sebagai seorang fakih ia dikenal
sebagai seorang yang ahli dalam masalah aqidah. Ia mencapai masa
kegemilangan pemikirannya di hari-hari pemerintahan al-Mutawakkil. Dalam
masalah kalam, mazhab Hanbali lebih populer di kalangan para ahli
hadits namun dengan kelahiran mazhab kalam Asy’ari, mazhab kalam Hanbali
jadi tergeser. Pada perkembangan selanjutnya, khususnya pada abad ke
delapan, lewat upaya-upaya keras Ibnu Taimiyah, mazhab kalam Hanbali
dibesarkan kembali. Namun dalam perkembangan selanjutnya Ibnu Taimiyah
banyak mengeluarkan pandangan-pandangan yang bertentangan dengan jumhur
ulama kala itu. Seperti, menganggap bid’ah perjalanan menziarahi makam
Rasulullah saw, menganggap tabarruk dan tawassul sebagai praktik-praktik
kesyirikan dan mengingkari banyak keutamaan Ahlul Bait yang meskipun
kesemua itu termaktub dalam hadits-hadits shahih dalam kitab enam
mu’tabar Ahlus Sunnah bahkan dalam kitab Musnad Ahmad bin Hanbal
sendiri. Pandangan-pandangan Ibnu Taimiyah ini mendapat penentangan
keras dari ulama-ulama Islam sampai akhirnya terkubur dan tidak
mendapatkan pengikut lagi. Namun oleh Abdullah bin Abdul Wahab
(1115-1206 H) ajaran-ajaran Ibnu Taimiyah yang mengatasnamakan mazhab
Hanbali ini untuk kedua kalinya dihidupkan kembali.
Pemikiran
baru mazhab Hanbali ini, terkesan jumud dan menentang inovasi-inovasi
baru dalam hal apapun. Termasuk penemuan-penemuan baru dalam bidang
tekhnologi. Seperti misalnya mereka mengharamkan penggunaan
kamera-kamera digital dalam pengambilan gambar dan sebagainya tanpa
keberadaan nash dan petunjuk.
Kekhususan dan Sumber Pemikiran Hanbali
Ahmad
bin Hanbal dalam memahami atau menafsirkan Al-Qur’an berdasarkan kepada
sunnah dan ketika berfatwa bersandar kepada hadits-hadits Nabi dan
fatwa para sahabat dan tidak mengeluarkan fatwa atas dasar maslahat.
Hadits-hadits mursal (terputus jalur periwayatannya sampai ke Nabi)
serta hadits dhaif bagi Hanbali tetap mu’tabar dan lebih baik dari
penggunaan qiyas. Dan Qiyas hanya diperbolehkan dalam kondisi darurat
saja.
Menurut Ibnu Qayyim al-Jauziah, prinsip dasar Mazhab Hanbali adalah sebagai berikut:
1. An-Nusus (jamak dari nash), yaitu Al-Qur'an, Sunnah Nabi SAW, dan Ijma';
2. Fatwa Sahabat;
3.
Jika terdapat perbedaan pendapat para sahabat dalam menentukan hukum
yang dibahas, maka akan dipilih pendapat yang lebih dekat dengan
Al-Qur'an dan sunnah Nabi SAW;
4. Hadits mursal atau hadits dhaif yang didukung oleh qiyas dan tidak bertentangan dengan ijma'; dan
5.
Apabila dalam keempat dalil di atas tidak dijumpai, akan digunakan
qiyas. Penggunaan qiyas bagi Imam Ahmad bin Hanbal hanya dalam keadaan
yang amat terpaksa dan darurat. Prinsip dasar Mazhab Hanbali ini dapat
dilihat dalam kitab hadits Musnad Ahmad ibn Hanbal. Kemudian dalam
perkembangan Mazhab Hanbali pada generasi berikutnya, mazhab ini juga
menerima istihsan, sadd az-Zari'ah, 'urf; istishab, dan al-maslahah
al-mursalah sebagai dalil dalam menetapkan hukum Islam.
Para
pengembang Mazhab Hanbali generasi awal (sesudah Imam Ahmad bin Hanbal)
diantaranya adalah al-Asram Abu Bakar Ahmad bin Muhammad bin Hani
al-Khurasani al-Bagdadi (w. 273 H.), Ahmad bin Muhammad bin al-Hajjaj
al-Masruzi (w. 275 H.), Abu Ishaq Ibrahim al-Harbi (w. 285 H.), dan Abu
al-Qasim Umar bin Abi Ali al-Husain al-Khiraqi al-Bagdadi (w. 324 H.).
Keempat ulama besar Mazhab Hanbali ini merupakan murid langsung Imam
Ahmad bin Hanbal, dan masing-masing menyusun buku fiqh sesuai dengan
prinsip dasar Mazhab Hanbali di atas.
Tokoh
lain yang berperan dalam menyebarluaskan dan mengembangkan Mazhab
Hanbali adalah Ibnu Taimiyah dan Ibnu Qayyim al-Jauziah. Sekalipun kedua
ulama ini tidak selamanya setuju dengan pendapat fiqh Imam Ahmad bin
Hanbal, mereka dikenal sebagai pengembang dan pembaru Mazhab Hanbali.
Disamping itu, jasa Muhammad bin Abdul Wahhab dalam pengembangan dan
penyebarluasan Mazhab Hanbali juga sangat besar. Pada zamannya, Mazhab
Hanbali menjadi mazhab resmi Kerajaan Arab Saudi.
Wafat
Mazhab
Hanbali di kerajaan Arab Saudi adalah mazhab pertama. Pada kawasan Najd
Arab Saudi kebanyakan kaum musliminnya bermazhab Hanbali. Sedangkan di
Hijas mayoritas bermazhab Syafi’i dan di Ahsa kebanyakan bermazhab
Maliki.
Seperempat
penduduk muslimin di Syam, adalah pengikut Hanbali. Mazhab ini adalah
mazhab ketiga di Palestina dan sebagian kecil berada di Mesir, Oman dan
Afghanistan.
Pada
tahun 241 H. Ahmad bin Hanbal wafat. Ia wafat setelah ditimpa sakit
berhari-hari. Ribuan manusia memadati proses pemakaman Ahmad bin Hanbal.
0 komentar:
Posting Komentar