Jumat, 13 Januari 2012

Imam Ahmad bin Hanbal

E-mail

shalatImam ke empat dari mazhab besar Ahlus Sunnah, adalah Imam Ahmad bin Hanbal Rahimahullah. Beliau lahir di kota Baghdad pada bulan Rabi’ul Awwal tahun 164 H (780 M), pada masa Khalifah Muhammad al Mahdi dari Bani Abbasiyyah ke-III, yang masa itu Baghdad menjadi pusat perkembangan ilmu pengetahuan.
Nama lengkap beliau adalah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilal Asy Syaibani. Beliau lebih dikenal dengan sebutan Ibnu Hanbal, dinisbahkan pada kakeknya, sehingga mazhabnyapun oleh kaum Muslimin masyhur dengan sebutan mazhab Hanbali. Ketika meneliti silsilah keluarga dan nasab Imam Ahmad, beliau bertemu dengan nasab Nabi Muhammad saw pada Nizar bin Ma’ad bin Adnan. Beliau adalah keturunan Rabi’ah bin Nizar, sementara Nabi saw adalah keturunan Muzhar bin Nizar.
Meskipun dilahirkan di Baghdad, Irak, kedua orang tua beliau berasal dari Marw, satu wilayah di Khurasan. Mereka kemudian pindah ke Baghdad. Kepindahan tersebut terjadi ketika ibunya sedang mengandung Ahmad bin Hanbal. Tiga tahun setelah kelahirannya, ayahnya, Muhammad bin Hanbal, wafat. Sejak saat itu, Ahmad bin Hanbal dibesarkan oleh ibunya.
Meskipun hidup dalam keadaan yatim dan dalam lingkungan keluarga yang miskin, namun berkat bimbingan ibunya yang shalihah, sejak kecil Imam Ahmad telah memulai riwayat pendidikannya. Dalam suasana serba kekurangan, beliau gigih menuntut ilmu, sehingga dalam usia 14 tahun beliau telah menghafal Al-Qur’an keseluruhannya. Karena kecintaannya yang mendalam terhadap ilmu, beliau memulai safari ilmiahnya sejak berusia 16 tahun. Beliau pergi ke Makkkah, Madinah, Syam, Yaman, Basrah dan negara-negara lain untuk mengumpulkan hadits-hadits Nabi.
Beliau menuntut ilmu dari banyak guru yang terkenal dan ahli di bidangnya. Misalnya dari kalangan ahli hadits adalah Yahya bin Sa’id al Qathan, Abdurrahman bin Mahdi, Yazid bin Harun, sufyan bin Uyainah dan Abu Dawud ath Thayalisi. Dari kalangan ahli fiqh adalah Waki’ bin Jarah, Muhammad bin Idris asy Syafi’i (pendiri mazhab Syafi’i) dan Abu Yusuf (sahabat Abu Hanifah ) dan lain-lain. Dalam ilmu hadits, beliau mampu menghafal sejuta hadits bersama sanad dan hal ikhwal perawinya.
Dari hasil kegigihan Ahmad bin Hanbal melakukan pengembaraan dalam menuntut ilmu dapat dilihat dari karyanya yang masyhur dikenal dengan nama Al-Musnad. Karya ini adalah sebuah ontologi hadits-hadits Nabi Muhammad yang disusun berdasarkan urutan nama para sahabat yang meriwayatkan hadits-hadits tersebut. Di dalam karya ini, terdapat sekitar 30.000 hadits yang disusun berdasarkan klasifikasi sahabat-sahabat Nabi saw. Klasifikasi tersebut dimulai dari hadits-hadits sepuluh sahabat yang telah direkomendasi oleh Nabi Muhammad untuk masuk surga, sahabat-sahabat senior di luar sepuluh sahabat tersebut, sahabat-sahabat yang tergolong ahlu bait nabi, sisa sahabat-sahabat senior, juga sahabat-sahabat yang berdiam di Makkah-Madinah-Syam-Kufah, sisa sahabat-sahabat Anshar, sampai kemudian ditutup dengan hadits-hadits dari para sahabat nabi yang berasal dari kabilah-kabilah di luar Makkah dan Madinah. Karya-karya beliau yang lain mencakup, Tafsir al Qur’an, An Nasikh wa al Mansukh, Al Muqaddam wa Al Muakhar fi al Qur’an, Jawabat al Qur’an, At Tarih, Al Manasik Al Kabir, Al Manasik Ash Shaghir, Tha’atu Rasul, Al ‘Ilal, Al Wara’ dan Ash Shalah.
Kekhususan Fiqih Hanbali
Sumber utama pengambilan dalil dalam istinbath (penetapan) hukum dalam Mazhab Hanbali adalah Al-Qur’an dan As-Sunnah. Ulama-ulama dalam mazhab ini tidak mengenal adanya perbedaan antara Al-Qur’an dan As-Sunnah, keduanya saling mendukung dan saling menetapkan. Pemisahan antara keduanya adalah kesesatan dan bagi siapa saja yang melakukannya akan mendapat permusuhan yang keras dari mazhab ini. Bagi mazhab ini segala sesuatu yang diputuskan (difatwakan) sahabat Nabi saw dan para fukaha adalah juga merupakan hujjah (dalil/bukti). Mereka pun menetapkan kebolehan berdalil dengan hadits-hadits yang berderajat dhoif dan mursal (selama berderajat tidak tertolak dan mungkar dan tidak bertentangan dengan Al-Qur’an). Selain itu ketika tidak ditemukan satu pun ayat Al-Qur’an, hadits shohih, perkataan para sahabat atau pendapat dari mereka dan riwayat-riwayat yang berderajat dhoif dan mursal, maka mereka memperbolehkan menggunakan kias (qiyas).
Kekhususan lainnya dari mazhab Hanbali adalah menetapkan disiplin yang ketat dalam pelaksanaan ibadah, muamalah dan thaharah (penyucian). Contohnya, pada pelaksanaan wudhu, mazhab ini mewajibkan untuk berkumur-kumur dan istinsyah (menghirup air lewat hidung).
Akidah dan Kalam (Teologi) Mazhab Hanbali
Disebabkan Imam Ahmad dan para pengikutnya berpegang teguh hanya pada teks-teks hadits maka sulit untuk menjelaskan pendapat beliau tentang ilmu kalam (teologi). Karenanya dalam persoalan akidah, sepenuhnya menyandarkan pendapatnya pada Al-Qur’an dan As Sunnah dan cenderung menyalahkan pandangan lain. Misalnya dalam masalah ma’rifatullah (pengenalan terhadap Tuhan) khususnya pada pembahasan sifat-sifat Allah mereka cenderung menyalahkan pendapat Jahmiyah, Qadariyah, Mu’tazilah dan para pengikut mereka. Dalam pandangan Imam Ahmad bin Hanbal kalam (perkataan) Allah yang termaktub dalam Al-Qur’an bukanlah makhluk. Sikap keteguhan dan ketegasannya memegang pendapatnya bahwa Al-Qur’an bukan makhluk menyebabkan beliau dijebloskan ke penjara. Saat itu kekhalifaan Abbasiyah menetapkan paham Mu’tazilah yang menyatakan Al-Qur’an adalah makhluk dijadikan sebagai mazhab resmi negara. Beliau berada di penjara selama tiga periode kekhalifahan yaitu al Makmun, al Mu’tashim dan terakhir al Watsiq. Setelah al Watsiq meninggal dan digantikan oleh al Mutawakkil yang arif dan bijaksana maka Imam Ahmad pun dibebaskan. Begitu juga dalam persoalan ru’yat (melihat Allah), bagi beliau adalah sesuatu yang harus diterima, karena diriwayatkan dalam hadits shahih bahwa kelak di akhirat manusia diberi kemampuan untuk bisa melihat Allah SWT. Pada masa kini, mazhab Hanbali di antara keempat mazhab lainnya adalah mazhab yang paling sedikit pengikutnya. Namun ulama dari mazhab ini, tidak lagi menyebut diri mereka sebagai Hanbali namun memperkenalkan diri sebagai pengikut salafi ataupun Wahabi. Karena Abdullah bin Abdul Wahab yang mencetuskan paham Wahabi akar pemikirannya berasal dari prinsip-prinsip pemikiran Ahmad bin Hanbal.
Murid-Muridnya
Di antara murid-murid beliau yang terkenal dan senantiasa meriwayatkan pendapat-pendapat beliau, yakni, Abul Abbas Ashthakhari, Ahmad bin Abi Khitsmah, Abu Ya’la Mushalli, Abu Bakar Atsram, Abul Abbas Tsa’lab dan Abu Daud.
Akhir kehidupannya
Setelah sakit Sembilan hari lamanya, beliau meninggal dunia di pagi hari Jum’at, bertepatan dengan tanggal 12 Rabi’ul Awwal 241 H (855 M) di Baghdad pada umur 77 tahun. Semoga Allah menerima amal-amal kebaikan beliau rahimahullah.
Rujukan:
Fikih Tathbiqi, Sa’id Manshuri (Aarani)
Chohor Imam Ahli Sunnah wa Jamaat, Muhammad Ra’uf Tawakulli
Tarikh Firqah Islami Jilid I, DR. Husain Shahabari
Al Ammah Al Arba’ah, DR. Ahmad Asy-Syarbaashi
Tahqiq dar Tarikh wa Falsafah Mazahib Ahlu Sunnah, Yusuf Fadhai

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Ibnu Hajar - Premium Blogger Themes | Ma'had Miftahul Jannah