Imam
ke empat dari mazhab besar Ahlus Sunnah, adalah Imam Ahmad bin Hanbal
Rahimahullah. Beliau lahir di kota Baghdad pada bulan Rabi’ul Awwal
tahun 164 H (780 M), pada masa Khalifah Muhammad al Mahdi
dari Bani Abbasiyyah ke-III, yang masa itu Baghdad menjadi pusat
perkembangan ilmu pengetahuan.
Nama
lengkap beliau adalah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilal Asy
Syaibani. Beliau lebih dikenal dengan sebutan Ibnu Hanbal, dinisbahkan
pada kakeknya, sehingga mazhabnyapun oleh kaum Muslimin masyhur dengan
sebutan mazhab Hanbali. Ketika meneliti silsilah keluarga dan nasab Imam
Ahmad, beliau bertemu dengan nasab Nabi Muhammad saw pada Nizar bin
Ma’ad bin Adnan. Beliau adalah keturunan Rabi’ah bin Nizar, sementara
Nabi saw adalah keturunan Muzhar bin Nizar.
Meskipun
dilahirkan di Baghdad, Irak, kedua orang tua beliau berasal dari Marw,
satu wilayah di Khurasan. Mereka kemudian pindah ke Baghdad. Kepindahan
tersebut terjadi ketika ibunya sedang mengandung Ahmad bin Hanbal. Tiga
tahun setelah kelahirannya, ayahnya, Muhammad bin Hanbal, wafat. Sejak
saat itu, Ahmad bin Hanbal dibesarkan oleh ibunya.
Meskipun
hidup dalam keadaan yatim dan dalam lingkungan keluarga yang miskin,
namun berkat bimbingan ibunya yang shalihah, sejak kecil Imam Ahmad
telah memulai riwayat pendidikannya. Dalam suasana serba kekurangan,
beliau gigih menuntut ilmu, sehingga dalam usia 14 tahun beliau telah
menghafal Al-Qur’an keseluruhannya. Karena kecintaannya yang mendalam
terhadap ilmu, beliau memulai safari ilmiahnya sejak berusia 16 tahun.
Beliau pergi ke Makkkah, Madinah, Syam, Yaman, Basrah dan negara-negara
lain untuk mengumpulkan hadits-hadits Nabi.
Beliau
menuntut ilmu dari banyak guru yang terkenal dan ahli di bidangnya.
Misalnya dari kalangan ahli hadits adalah Yahya bin Sa’id al Qathan,
Abdurrahman bin Mahdi, Yazid bin Harun, sufyan bin Uyainah dan Abu Dawud
ath Thayalisi. Dari kalangan ahli fiqh adalah Waki’ bin Jarah, Muhammad
bin Idris asy Syafi’i (pendiri mazhab Syafi’i) dan Abu Yusuf (sahabat
Abu Hanifah ) dan lain-lain. Dalam ilmu hadits, beliau mampu menghafal
sejuta hadits bersama sanad dan hal ikhwal perawinya.
Dari
hasil kegigihan Ahmad bin Hanbal melakukan pengembaraan dalam menuntut
ilmu dapat dilihat dari karyanya yang masyhur dikenal dengan nama
Al-Musnad. Karya ini adalah sebuah ontologi hadits-hadits Nabi Muhammad
yang disusun berdasarkan urutan nama para sahabat yang meriwayatkan
hadits-hadits tersebut. Di dalam karya ini, terdapat sekitar 30.000
hadits yang disusun berdasarkan klasifikasi sahabat-sahabat Nabi saw.
Klasifikasi tersebut dimulai dari hadits-hadits sepuluh sahabat yang
telah direkomendasi oleh Nabi Muhammad untuk masuk surga,
sahabat-sahabat senior di luar sepuluh sahabat tersebut, sahabat-sahabat
yang tergolong ahlu bait nabi, sisa sahabat-sahabat senior, juga
sahabat-sahabat yang berdiam di Makkah-Madinah-Syam-Kufah, sisa
sahabat-sahabat Anshar, sampai kemudian ditutup dengan hadits-hadits
dari para sahabat nabi yang berasal dari kabilah-kabilah di luar Makkah
dan Madinah. Karya-karya beliau yang lain mencakup, Tafsir al Qur’an, An
Nasikh wa al Mansukh, Al Muqaddam wa Al Muakhar fi al Qur’an, Jawabat
al Qur’an, At Tarih, Al Manasik Al Kabir, Al Manasik Ash Shaghir,
Tha’atu Rasul, Al ‘Ilal, Al Wara’ dan Ash Shalah.
Kekhususan Fiqih Hanbali
Sumber utama pengambilan dalil dalam istinbath (penetapan)
hukum dalam Mazhab Hanbali adalah Al-Qur’an dan As-Sunnah. Ulama-ulama
dalam mazhab ini tidak mengenal adanya perbedaan antara Al-Qur’an dan
As-Sunnah, keduanya saling mendukung dan saling menetapkan. Pemisahan
antara keduanya adalah kesesatan dan bagi siapa saja yang melakukannya
akan mendapat permusuhan yang keras dari mazhab ini. Bagi mazhab ini
segala sesuatu yang diputuskan (difatwakan) sahabat Nabi saw dan para
fukaha adalah juga merupakan hujjah (dalil/bukti). Mereka pun menetapkan
kebolehan berdalil dengan hadits-hadits yang berderajat dhoif dan mursal
(selama berderajat tidak tertolak dan mungkar dan tidak bertentangan
dengan Al-Qur’an). Selain itu ketika tidak ditemukan satu pun ayat
Al-Qur’an, hadits shohih, perkataan para sahabat atau pendapat dari mereka dan riwayat-riwayat yang berderajat dhoif dan mursal, maka mereka memperbolehkan menggunakan kias (qiyas).
Kekhususan lainnya dari mazhab Hanbali adalah menetapkan disiplin yang ketat dalam pelaksanaan ibadah, muamalah dan thaharah (penyucian). Contohnya, pada pelaksanaan wudhu, mazhab ini mewajibkan untuk berkumur-kumur dan istinsyah (menghirup air lewat hidung).
Akidah dan Kalam (Teologi) Mazhab Hanbali
Disebabkan
Imam Ahmad dan para pengikutnya berpegang teguh hanya pada teks-teks
hadits maka sulit untuk menjelaskan pendapat beliau tentang ilmu kalam
(teologi). Karenanya dalam persoalan akidah, sepenuhnya menyandarkan
pendapatnya pada Al-Qur’an dan As Sunnah dan cenderung menyalahkan
pandangan lain. Misalnya dalam masalah ma’rifatullah (pengenalan
terhadap Tuhan) khususnya pada pembahasan sifat-sifat Allah mereka
cenderung menyalahkan pendapat Jahmiyah, Qadariyah, Mu’tazilah dan para
pengikut mereka. Dalam pandangan Imam Ahmad bin Hanbal kalam (perkataan)
Allah yang termaktub dalam Al-Qur’an bukanlah makhluk. Sikap keteguhan
dan ketegasannya memegang pendapatnya bahwa Al-Qur’an bukan makhluk
menyebabkan beliau dijebloskan ke penjara. Saat itu kekhalifaan
Abbasiyah menetapkan paham Mu’tazilah yang menyatakan Al-Qur’an adalah
makhluk dijadikan sebagai mazhab resmi negara. Beliau berada di penjara
selama tiga periode kekhalifahan yaitu al Makmun, al Mu’tashim dan
terakhir al Watsiq. Setelah al Watsiq meninggal dan digantikan oleh al
Mutawakkil yang arif dan bijaksana maka Imam Ahmad pun dibebaskan.
Begitu juga dalam persoalan ru’yat (melihat
Allah), bagi beliau adalah sesuatu yang harus diterima, karena
diriwayatkan dalam hadits shahih bahwa kelak di akhirat manusia diberi
kemampuan untuk bisa melihat Allah SWT. Pada masa kini, mazhab Hanbali
di antara keempat mazhab lainnya adalah mazhab yang paling sedikit
pengikutnya. Namun ulama dari mazhab ini, tidak lagi menyebut diri
mereka sebagai Hanbali namun memperkenalkan diri sebagai pengikut salafi
ataupun Wahabi. Karena Abdullah bin Abdul Wahab yang mencetuskan paham
Wahabi akar pemikirannya berasal dari prinsip-prinsip pemikiran Ahmad
bin Hanbal.
Murid-Muridnya
Di
antara murid-murid beliau yang terkenal dan senantiasa meriwayatkan
pendapat-pendapat beliau, yakni, Abul Abbas Ashthakhari, Ahmad bin Abi
Khitsmah, Abu Ya’la Mushalli, Abu Bakar Atsram, Abul Abbas Tsa’lab dan
Abu Daud.
Akhir kehidupannya
Setelah
sakit Sembilan hari lamanya, beliau meninggal dunia di pagi hari
Jum’at, bertepatan dengan tanggal 12 Rabi’ul Awwal 241 H (855 M) di
Baghdad pada umur 77 tahun. Semoga Allah menerima amal-amal kebaikan
beliau rahimahullah.
Rujukan:
Fikih Tathbiqi, Sa’id Manshuri (Aarani)
Chohor Imam Ahli Sunnah wa Jamaat, Muhammad Ra’uf Tawakulli
Tarikh Firqah Islami Jilid I, DR. Husain Shahabari
Al Ammah Al Arba’ah, DR. Ahmad Asy-Syarbaashi
Tahqiq dar Tarikh wa Falsafah Mazahib Ahlu Sunnah, Yusuf Fadhai
0 komentar:
Posting Komentar