Jumat, 13 Januari 2012

Tujuan Haji

E-mail

syeikh shuhaib habli Haji adalah konferensi Islam yang disyariatkan oleh Allah Swt agar seorang mukmin kembali suci seperti bayi yang baru lahir. Tanpa ada pretensi apa pun, kecuali semata-mata mengharap keridaan Allah Swt, dengan ini saya berpesan kepada para orang kaya:
Sesungguhnya Allah Swt mewajibkan haji kepada orang yang mampu di jalannya sekali seumur hidup. Untuk itu, daripada Anda berulang kali menunaikan haji, lebih baik dana untuk haji yang kesekian kali itu didermakan kepada kaum fakir, untuk pernikahan para pemuda yang sudah ingin mengarungi bahtera rumah tangga tapi tidak bisa melangkah karena terbentur biaya, atau untuk meringankan beban orang-orang yang tengah dilanda kesulitan.
Haji adalah upacara keagamaan yang besar. Semua orang dari seluruh pelosok dunia, dari seluruh latar belakang mazhab dan kewarganegaraan berkumpul dalam upacara tersebut dalam satu musim dan di satu tempat. Di sana tidak ada perbedaan antara si kaya dan si miskin, tua dan muda, hitam dan putih. Semua orang datang ke tempat itu untuk menunaikan ibadah dan mengelilingi Baitul Atik (Baitullah).
Dalam kesempatan haji ini, saya menyempatkan diri mewawancarai sejumlah Syekh untuk meminta penjelasan seputar beberapa masalah terkait upacara keagamaan yang besar ini dan Idul Adha yang penuh berkah. Dalam rangkaian wawancara ini, saya berhasil mewawancarai Syekh Shuhaib secara eksklusif. Berikut petikan wawancaranya:
Tanya: Setiap ibadah memiliki tujuan dalam rangka mengevaluasi perilaku manusia secara individu dan secara kolektif. Lalu bagaimana ibadah haji merealisasikan tujuan ini?
Jawab: Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Allah Swt menitahkan sejumlah perintah kepada para hamba-Nya dan melarang mereka dari banyak hal karena Dia sangat menyayangi mereka. Kita diperintahkan beribadah. Asal setiap ibadah pasti berbuah, dan buah dari setiap ibadah adalah mengingat Allah Swt. Ibadah laksana terapi yang berkesinambungan bagi hati dan jiwa, serta menjadi nutrisi dan imunisasi bagi ruh terhadap berbagai godaan dunia, syaitan jin dan manusia, dan hawa nafsu. Ada ibadah harian seperti shalat. Ada ibadah mingguan seperti shalat Jum‘at. Ada ibadah bulanan, seperti puasa sunah tiga hari. Ada ibadah tahunan, seperti puasa di bulan Ramadhan. Dan ada pula ibadah seumur hidup sekali, yaitu haji.
Shalat mencegah perbuatan keji dan mungkar. Puasa membuahkan ketakwaan. “... agar kamu bertakwa.” (QS. al-Baqarah [2]: 183). Adapun buah dari haji adalah supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat, menyebut nama Allah, meminta ampunan-Nya, dan memelihara lisan mereka dari hal-hal buruk. “(Musim) hati itu (pada) bulan-bulan yang telah dimaklumi. Barang siapa mengerjakan (ibadah) haji dalam (bulan-bulan) itu, maka janganlah dia berkata jorok, berbuat maksiat dan bertengkar dalam (melakukan ibadah) haji. Segala yang baik yang kamu kerjakan, Allah mengetahuinya.” (QS. al-Baqarah [2]: 197).
Lalu bagaimana cara mencapai tujuan haji itu? Bagaimana memetik buahnya? Pertama dengan niat yang tulus dan ikhlas, karena Allah Swt hanya akan menerima amal yang dilakukan secara ikhlas untuk mendapat keridaan-Nya. Niat seseorang lebih baik dari amalnya. Haji tidak boleh diselipi dengan tujuan duniawi. Calon haji harus menjauhi semua bahaya lisan dan hal-hal berbau dunia. Siapa pun yang merenungkan ayat-ayat tentang haji akan menemukan arahan untuk berzikir dan istigfar serta larangan berkata jorok, berbuat maksiat, dan bertengkar.
Baitullah adalah rumah ibadah pertama yang dibangun untuk manusia. Di sana terdapat petunjuk. “Sesungguhnya rumah (ibadah) pertama yang dibangun untuk manusia ialah (Baitullah) yang di Bakkah (Makkah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi seluruh alam.” (QS. Alu ‘Imran [3]: 96).
Lalu di mana buah yang banyak dan besar itu? Di mana tempat petunjuk itu? Di mana petunjuk dan berbagai kebaikan turunannya, seperti budi pekerti baik, etika, tawaduk, dan kasih sayang? Demi Allah, aku melihat dengan mata kepala sendiri di Raudah Rasulullah Saw orang-orang yang bertengkar demi mendapatkan tempat duduk. Ada orang yang terus menempel di tanah karena khawatir tempatnya diserobot orang lain. Ada pula yang tergesa-gesa menuju tempat tertentu. Bahkan, ada salah satu di antara mereka yang sampai memaki-maki Allah setelah umrah lantaran tempat duduknya diambil orang lain. Lalu di mana bukti “Cintailah saudaramu seperti kamu mencintai dirimu sendiri”? Di mana bukti “Lapangkanlah, niscaya Allah melapangkan untuk kalian!”? Di mana rasa hormat terhadap makam dan pemilik Raudah yang hidup nyaman di kuburnya (Rasulullah Saw)?
Apakah Islam itu hanya jubah putih dan janggut panjang? Tentu tidak. Seperti sudah saya katakan, semua ibadah berbuah akhlak yang baik. Seorang bijak mengatakan, “Orang yang menunaikan haji tapi tidak memelihara hajinya bagaikan orang yang membangun istana tapi menghancurkan kota.” Orang saleh mengatakan, “Tidak sedikit orang yang badannya berada di Khurasan, tapi hatinya lebih dekat kepada Baitullah ini daripada orang-orang yang sedang mengelilinginya.”
Haji adalah konferensi Islam yang disyariatkan oleh Allah untuk satu tujuan, yaitu supaya seorang mukmin kembali ke kampung halamannya dalam keadaan suci laksana baru dilahirkan dari perut ibunya, dengan membada ide dan rencana baru bagi dirinya dan orang-orang di sekitarnya. Dia membangun kepribadian baru dengan fondasi ketundukan, penyerahan dan pengorbanan, tanpa ragu-ragu. Dia menata kembali perilakunya bersama para saudaranya dan menjadi orang seperti yang diperintahkan oleh Allah Swt, “Dan tidaklah pantas bagi laki-laki yang mukmin dan perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan mengambil pilihan (yang lain) bagi mereka tentang urusan mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sungguh dia telah tersesat dengan kesesatan yang nyata.” (QS. al-Ahzab [33]: 36).
Tanya: Syekh yang terhormat! Tolong jelaskan kepada kami beberapa filosofi haji dan seragam yang dikenakan oleh para jemaah calon haji?
Jawab: Semua ibadah diulang berkali-kali, kecuali haji, hanya sekali seumur hidup. Hal yang membedakannya dari ibadah yang lain adalah bahwa haji itu berjihad dengan harta dan jiwa. Calon haji harus meninggalkan keluarga, berpisah dengan orang-orang yang dicintai, bertemu dengan keluarga dan kekasih yang lain, dan menanggalkan pakaian dunia yang biasanya dipakai oleh manusia untuk menilai seseorang. Pakaian yang dikenakan saat itu seragam, seperti kain kafan. Karena itu, surah al-Hajj dimulai dengan firman Allah Swt, “Wahai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu! Sungguh, guncangan (hari) Kiamat itu adalah suatu (kejadian) yang sangat besar. (Ingatlah) pada hari ketika kamu melihatnya (guncangan itu), semua perempuan yang menyusui anaknya akan lalai terhadap anak yang disusuinya. Setiap perempuan yang hamil akan keguguran kandungannya. Kamu melihat manusia dalam keadaan mabuk, padahal sebenarnya mereka tidak mabuk, tetapi azab Allah itu sangat keras.” (QS. al-Hajj [22]: 1-2).
Pada saat itu semua manusia sama. Tidak ada perbedaan antara si kaya dan si miskin, antara penguasa dan rakyat jelata. Haji adalah kursus pelatihan agar seseorang mempunyai semangat yang tinggi terhadap ketaatan, meninggalkan dunia, mengingat kematian, dan berupaya demi persatuan umat Islam. Jika tidak menghasilkan itu, lalu apa gunanya talbiah, tawaf, sa‘i, dan wukuf di Arafah. Allah Swt memerintahkan untuk berpegang teguh kepada tali-Nya dan tidak bercerai-berai sebagaimana Dia memerintahkan shalat. Orang yang membeda-bedakan perintah yang satu dengan perintah yang lainnya selaras dengan firman Allah Swt berikut, “Apakah kamu beriman kepada sebagian Kitab (Taurat) dan ingkar kepada sebagian (yang lain)? Maka tidak ada balasan (yang pantas) bagi orang yang berbuat demikian di antara kamu selain kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari Kiamat mereka dikembalikan kepada azab yang paling berat. Dan Allah tidak lengah terhadap apa yang kamu kerjakan.” (QS. al-Baqarah [2]: 85).
Lalu untuk apa mereka bertalbiah, mengelilingi Ka’bah yang sama, menghadap ke arah yang sama, menundukkan diri dan shalat kepada Tuhan yang sama, sa‘i di antara Shafa dan Marwa, wukuf di Arafah, dan melempar Jumrah? Tidak lain agar mereka bersatu padu memerangi musuh Allah dan berjuang melawan orang-orang munafik. Berjuang melawan musuh Allah adalah dengan senjata, sementara berjuang melawan orang-orang munafik adalah dengan lisan. “Wahai Nabi, berjihadlah (melawan) orang-orang kafir dan orang-orang munafik, dan bersikap keraslah terhadap mereka! Tempat mereka adalah neraka Jahanam. Dan itulah seburuk-buruk tempat kembali.” (QS. at-Taubah [9]: 73).
Tanya: Syekh yang mulia! Bisakah saya katakan bahwa haji adalah globalisasi agama yang terbuka bagi penganut berbagai mazhab melalui dialog Islam supaya berbagai bangsa dan mazhab saling mengenal satu sama lain? Dan apa cara praktis untuk merealisasikan hal itu?
Jawab: Pada dasarnya haji dimaksudkan untuk merealisasikan tujuan-tujuan itu. Akan tetapi, saat ini banyak tujuan yang tidak tercapai. Sangat disayangkan haji yang dilakukan umat saat ini telah kehilangan makna. Mengapa hal itu terjadi? Karena pemerintah telah mengosongkan haji dari berbagai muatannya. Jika kita ingin mengembalikan makna haji yang sebenarnya, yaitu menjadi konferensi umat Islam sebagai ajang pertemuan dan saling mengenal satu sama lain, kita harus menghilangkan hambatan yang menghadang tujuan mulia tersebut, sehingga para calon haji mengetahui dalil-dalil dari atsar yang mulia untuk menghilangkan hambatan-hambatan itu. Pemerintah Arab Saudi tidak boleh mengganjal upaya kaum Muslimin untuk mengembalikan haji kepada muatan yang sebenarnya. Namun demikian, kita patut berterima kasih kepada Pemerintah Arab Saudi atas perhatiannya yang sangat besar terhadap dua tanah haram yang mulia (Makkah dan Madinah) dengan melakukan perluasan, pendinginan, dan lain sebagainya.
Kita harus menyusun kampanye persatuan untuk para peziarah haji di bawah pengawasan para ulama yang dikenal karena pengetahuan dan integritas mereka yang akan menjelaskan kepada orang-orang tentang tujuan-tujuan itu. Ini harus dilakukan karena banyak pengelola ibadah haji saat ini hanya bertujuan pada keuntungan materiil semata.
Hambatan lain yang juga menghalangi tujuan haji adalah bahwa setiap negara berkumpul di sebuah tempat dan di perumahan tertentu. Mereka bertemu hanya sepintas di beberapa tempat, semisal di Arafah, dan menurut saya itu tidak memungkinkan terjadinya komunikasi. Lagi pula, orang-orang saat ini hanya berkomunikasi dengan orang-orang terdekat saja.
Bagaimana dengan perbedaan bahasa? Umat Islam harus belajar bahasa Arab, sebagaimana Yahudi berupaya mendidik semua orang Yahudi supaya menguasai bahasa Ibrani. Kalau mampu, kita distribusikan buku dan buletin yang berisi ajakan kepada umat untuk bersatu dan mengagungkan Kitab Allah, serta berpegang teguh kepada firman-Nya, “Dia (Allah) telah menamakan kamu orang-orang muslim sejak dahulu.” (QS. al-Hajj [22]: 78). Jadi, kita hanya menerima kata “Kaum Muslimin”. Ini dari mazhab Imam Syafi’i, ini dari mazhab Imam Jakfar, Abu Hanifah, Ahmad, dan Malik. Mereka semua adalah pohon di kebun Islam. Mereka semua adalah tim bagi satu pasukan.
Tanya: Syekh yang mulia! Menurut Anda, mampukah forum dan seminar yang diadakan pada satu musim dengan nama haji dan dialog antar agama untuk menghilangkan sedimen dan kebencian antara mazhab-mazhab Islam, khususnya forum haji yang akan diadakan tahun ini di bawah naungan FIPMI (Forum Internasional Pendekatan Mazhab-Mazhab Islam)?
Jawab: Tidak, tidak akan mampu. “Seribu pembangun tidak akan mampu melawan satu penghancur. Bagaimana mungkin seorang pembangun mampu melawan seribu penghancur.” Mungkin umat Islam akan bersatu, apabila para pemimpin dan para ulama bersatu. Belum lagi musuh-musuh Islam yang senantiasa mengintai menyediakan dana besar untuk memecah belah, termasuk di intern satu mazhab, apalagi di antara berbagai ras, mazbah dan negara. Akan tetapi setidaknya forum tersebut dapat mengurangi bahayanya, terlebih orang-orang yang hadir dalam seminar ini mengusung ide moderat persatuan sebagai landasannya. Bahaya senantiasa mengancam orang-orang yang tidak mendengarkan forum dan pertemuan ini. Namun demikian, kita bermohon kepada Allah Swt kiranya memberikan pertolongan kepada semua orang yang bekerja secara ikhlas mengupayakan kebaikan. Semoga Allah merukunkan hati kaum Muslimin dan menyatukan mereka di atas kebenaran. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar dan Mengabulkan permohonan.
Tanya: Syekh yang terhormat, sebagai penutup, tolong beri tahu bagaimana cara kita memanfaatkan suasana haji untuk menebarkan budaya persatuan di kalangan umat Islam?
Jawab: Allah Mahatahu. Hal yang mesti dilakukan sebelum pergi menunaikan ibadah haji adalah melalui kampanye, seperti telah saya katakan, sehingga kita terbebas dari bekas-bekas kejahiliahan dan kebodohan yang membelenggu kita, baik dalam berpikir, berpolitik, berperilaku, bermasyarakat, dan dalam berbagai bidang lainnya. Dengan demikian kita akan keluar dari keterbelakangan yang melemahkan umat dan kembali beribadah sebagaimana diterangkan oleh para ulama dan fukaha terdahulu dan dipraktekkan oleh para pendahulu yang saleh, yaitu ibadah yang komprehensif, ibadah secara agama dan ibadah secara kosmis.
Lalu untuk apa dua hingga tiga juta orang pergi haji setiap tahun? Apa yang berubah pada diri mereka usai menunaikan haji? Kita harus menanyakan ini kepada diri kita sendiri. Perubahan apa yang terjadi dalam pemerintahan yang menyelenggarakan ibadah haji, yang mengantar dan menyambut para jemaah haji? Di manakah posisi ibadah agung ini dalam jiwa orang-orang, dalam perilaku mereka, dalam keluarnya umat dari keterbelakangan dan keterpecahan? Di manakah posisi ibadah ini terhadap publishing houses yang senantiasa menyebarkan pemikiran, buku, buletin yang mengadu domba dengan bayaran yang kecil. Betapa buruk apa yang mereka perjualbelikan itu.
Saya peringatkan kepada orang-orang yang pergi haji agar jangan berpecah belah karena perbedaan dalam beribadah. Kalian tidak boleh membayar biaya tinggi untuk kembali seperti dulu yang berbau kejahiliahan. Ingatlah hadis Rasulullah saw dalam pidato perpisahannya, “Sesungguhnya darah kalian, kekayaan kalian, dan kehormatan kalian haram atas kalian...” Dalam konteks lain yang lebih besar Rasulullah Saw bersabda, “Ketahuilah, semua yang berbau jahiliah telah dihapuskan di bawah undang-undangku.” Apakah kita memikirkan hal ini? Apakah semua yang berbau kejahiliahan telah kita hapuskan ketika kita berangkat haji?
Sebagai penutup, dengan semata-mata mengharap keridaan Allah Swt, saya berpesan kepada para orang kaya bahwa Allah Swt mewajibkan haji kepada orang yang mampu di jalannya sekali seumur hidup. Untuk itu, daripada Anda berulang kali menunaikan haji, lebih baik dana untuk haji yang kesekian kali itu didermakan kepada kaum fakir, untuk pernikahan para pemuda yang sudah ingin mengarungi bahtera rumah tangga tapi tidak bisa melangkah karena terbentur biaya, atau untuk meringankan beban orang-orang yang tengah dilanda kesulitan. Semoga keselamatan, rahmat, dan barakah dari Allah diberikan kepada kalian.

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Ibnu Hajar - Premium Blogger Themes | Ma'had Miftahul Jannah