Kegelisahan
masih menyelimuti ratusan warga Syiah di Sampang, Madura. Mereka
khawatir, memikirkan rumah yang ditinggal mengungsi di desa Karang
Gayam. Warga syiah pun khawatir tak bisa kembali ke kampung halaman
mereka.
Pasca pembakaran pesantren dan rumah warga pengikut Tajul Muluk, Jumat
(30/12) pekan lalu, mereka masih trauma. Meski sempat diungsikan ke
kantor Kecamatan Omben, kini warga syiah, yang berjumlah 253 orang itu,
ditambung di kompleks Lapangan Tennis Indoor Kota Sampang.
Sementara
itu, hingga kini ratusan personil Brimob bersenjata lengkap masih
bersiaga di desa Karang Gayam. Ketatnya penjagaan mengantisipasi bentrok
susulan. Bentrok warga syi’ah dan sunni berlangsung Kamis (29/12).
Warga terusik dengan kegiatan pesantren syi’ah. Padahal pesantren itu,
sebelumnya sudah diingatkan untuk tidak mengotori akidah umat di
Madura.Keberadaan Syiah di Madura sudah muncul sejak tahun 1980-an. Para
ulama sudah mewanti-wanti keberedaan Syiah.Majelis Ulama Indonesia
dalam Rapat Kerja Nasional bulan Jumadil Akhir 1404 H./Maret 1984 M
sudah merekomendasikan tentang sekte Syiah yang memberikan
perbedaan-perbedaan dengan ajaran Ahlu Sunnah.
Perbedaan
itu diantaranya, Syiah tidak mengakui Ijma’ tanpa adanya “Imam”,
sedangkan Ahlus Sunnah wal Jama’ ah mengakui Ijma’ tanpa mensyaratkan
ikut sertanya “Imam” . Perbedaan lain terletak dalam melihat
kepemimpinan/pemerintahan (imamah) adalah termasuk rukun agama,
sedangkan Sunni (Ahlus Sunnah wal Jama’ah) memandang dari segi
kemaslahatan umum dengan tujuan keimamahan adalah untuk menjamin dan
melindungi da’wah dan kepentingan umat.
Pemerintah
memang tidak melarang aliran syi’ah di Indonesia. Bahkan Majelis Ulama
Indonesia juga tidak mengeluarkan fatwa larangan syi’ah. Meski ada
desakan untuk “mengharamkan” syi’ah, tapi MUI hanya mengeluarkan fatwa
mewaspadai aliran syi’ah.
Kalaupun
nanti ada kecurigaan dari pihak pemerintah terhadap Syi'ah, kecurigaan
itu hanyalah akibat dari lobbying orang-orang yang anti Syi'ah, yang
berusaha memberikan gambaran tertentu kepada pemerintah, untuk mencurigai Syi'ah.
Ustad
Sami’ Athifuzzain, penulis kitab al-Islam wa Tsiqafatul Insan, dalam
bukunya yang berjudul “Al-Muslimun…Man Hum? (Siapakah Kaum Muslimin?)
mencoba mendudukan posisi syi’ah dan sunni. Dalam mukadimah buku itu, ia
menulis adanya pengelompokan dalam masyarakat muslim Syiah dan Sunni
yang semestinya terhapus dengan terhapusnya kejahilan. Tetapi
pengelompokan itu justru terus berakar. Padahal sumber pengelompokan itu
adalah sekelompok orang yang berhasil menguasai dunia Islam lewat
nifaq. “Kelompok itu adalah musuh Islam yang tidak bisa hidup kecuali
sepert lintah penghisap darah” tulis Ustad Sami.
Perbedaan
yang terjadi antara kelompok Sunni dan Syiah hanya terletak pada
pemahaman atas Qur’an dan Sunnah bukan pada asli Qur’an dan sunnah.
Ustad Shabir Tha’imah dalam buku Tahdidat Imamul ‘Arubah wal Islam,
mengatakan, antara Syiah dan Sunni tidak memiliki perbedaan dalam ushul.
Sunni dan Syiah adalah muwahhid. Perbedaan hanya pada furu’ [fikih]
yang sama saja seperti perbedaan fikih di antara mazhab yang empat
(Syafii, Hanbali…). Mereka mengimani ushuluddin sebagaimana yang ada
dalam Quran dan sunnah Nabi. Selain itu mereka juga mengimani apa yang
harus diimani. Mereka juga mengimani bahwa seorang muslim yang keluar
dari hukum-hukum penting agama, maka Islamnya tidak benar (bathil). “
Yang benar adalah bahwa Sunni dan Syiah, keduanya adalah mazhab dari
beberapa mazhab Islam yang mengambil ilham dari kitabullah dan sunnah
nabi,” katanya.
Tapi
perbedaan pemahaman itu justru dijadikan ladang konflik. Bukan tidak
mungkin ada kelompok yang khawatir, jika kelompok Sunni dan Syiah
bersatu, seperti diuangkapkan Ustad Abul Hasan Nadawi kepada Majalah Al
I’tisham. “Jika hal ini terlaksana—yaitu kedekatan Sunni dan Syiah—akan
terjadi sebuah revolusi yang tak ada tandingannya dalam sejarah baru
pemikiran Islami.” Katanya. Jadi tak ada salahnya untuk menutup jalan
bagi kelompok yang ingin memperluas kekerasan dalam agama, dan membangun
persatuan dan saling bekerjasama bukan mengelompokan dirijauh satu sama
lainnya.
Mendiang
Imam Khomeini alam khutbah di bulan Jumadil Awal 1384 H) mengatakan,
“Tangan-tangan kotor yang telah menciptakan pertentangan di dunia Islam
antara Sunni dan Syiah bukan Sunni dan Syiah. Mereka adalah
tangan-tangan imperialis yang ingin berkuasa di negara-negara Islam.
Mereka adalah pemerintahan-pemerintahan yang ingin merampok kekayaan
rakyat kita denganberbagai tipuan dan alat dan menciptakan pertentangan
dengan nama Syiah dan Sunni.” (nov)
Oleh: Raihan
Berlaku Adil Terhadap Syiah
Indonesia
belum lepas dari peristiwa-peristiwa kekerasan horizontal. Selain ini
sangat merugikan proses demokratisasi di tanah air, juga merugikan
masyarakat yang saling bertikai. Tidak hanya korban jiwa, dipastikan
juga ada sejumlah kerugian material lainnya. Setelah kasus kekerasan di
Mesuji, Sumatera Selatan dan Lampung, kemudian pada akhir tahun 2011
terjadi peristiwa di Pulau Madura. Pada pukul 10.00 terjadi pembakaran
terhadap masjid, madrasah, dan rumah kelompok Syiah di Desa Karang
Gayam, Kabupaten Sampang, Madura, Jawa Timur, Kamis (29/12/2011).
Penyerangan dan pembakaran dilakukan ribuan orang yang mengaku kelompok
Sunni.
Atas
peristiwa ini sejumlah Ulama dan lembaga agama mengeluarkan komentar
beragam. Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil
Siradj menilai tidak ada konflik antar pemeluk agama Islam di Madura.
Dia membantah jika pembakaran Ponpes Syiah karena konflik antara Sunni
dan Syiah. “Ini konflik keluarga, bukan Sunni dan Syiah, bukan NU dan
Syiah. Buktinya di Jateng dan Jabar tidak ada masalah,” jelasnya. Bahkan
KH Said Agil menduga ada pihak yang sengaja melakukan provokasi untuk
penyerangan sekaligus pembakaran pondok pesantren Syiah di Desa Sumber
Gayam, Kecamatan Omben, Kabupaten Sampang, Madura, Jawa Timur. "Islam
itu mengajarkan toleransi, NU mengecam segala tindak kekerasan. NU
didirikan dalam tiga semangat, semangat ukhuwah islamiyah. watoniah dan insaniah," kata KH Said Aqil Siradj di Gedung PBNU, Jalan Kramat Raya, Jakarta, Selasa (3/1/2012).
Hal
serupa disampaikan Bupati Sampang Noer Tjahja. Menurutnya, kerusuhan
ini sesungguhnya berakar dari masalah internal keluarga. Kebetulan di
dalam keluarga itu ada yang menganut paham tertentu, sehingga
menimbulkan perselisihan. Perselisihan itu semakin meruncing, hingga
akhirnya pecah menjadi kerusuhan. Oleh karena ini, harus ada upaya
melokalisir kerusuhan itu untuk mencegah meluasnya konflik tersebut.
Menilik
dari sejarah yang dikutip dari berbagai sumber, Syiah berasal dari
bahasa arab yang artinya pengikut, juga mengandung makna pendukung dan
pecinta, juga dapat diartikan kelompok. Dalam arti bahasa, muslimin atau
ummat islam disebut sebagai syiahnya Muhammad bin Abdillah SAW dan
pengikut Nabi Isa bisa disebut sebagai Syiahnya Isa Alaihissalam. Secara
terminologis, Syiah adalah kaum muslimin yang menganggap pengganti Nabi
SAW, dan merupakan hak istimewa keluarga Nabi (dalam hal ini Ali KW dan
keturunannya).
Pada
masa hidup Ali bin Abi Thalib sendiri menurut Abu Nasywan Alhimyary,
Ada tiga varian kecenderungan syiah waktu itu dalam menyikapi masalah
kekhalifahan.
Pertama
; mengakui kekhalifahan Abu bakar RA, Umar RA, dan juga Ustman RA.
Sampai dengan ketika sahabat Ustman telah melakukan hal-hal yang mereka
anggap telah menyimpang. Kedua; kelompok yang lebih kecil dari kelompok
pertama, yang berpendapat bahwa runtutan kekhalifahan setelah Rasulullah
SAW adalah Abu bakar RA, Umar RA, dan Ali KW, sedangkan kekhalifahan
Ustman tidak diakui. Oleh karena itu menurut Aljahid, pada masa awal
Islam, yang dinamakan Syi’I (Syiah) adalah orang-orang yang mendahulukan
Ali KW atas Ustman RA, sehingga menurutnya lagi, saat itu dikenal ada
Syi’i dan Ustmani. Yang pertama adalah orang-orang yang mendahulukan Ali
atas Ustman dan yang kedua adalah orang-rang yang mendahulukan Ustman
RA, atas Ali KW. Ketiga; kelompok paling kecil yaitu mereka yang menganggap
bahwa orang yang paling utama memangku kekhalifahan setelah Rasulullah
adalah Ali KW. Dari tiga kecendrungan diatas, dapat ditarik kesimpulan
bahwa mayoritas pendukung Syiah tidak melebihkan Ali atas semua sahabat
Rasulullah Saw, namun mereka hanya melebihkan atas Ustman RA.
Apakah Syiah aliran sesat ?
Kriteria
aliran sesat menurut Majelis Ulama Indonesia (MUI) adalah; (1)
Mengingkari rukun Iman dan Islam. (2) Meyakini dan atau mengikuti akidah
yang tidak sesuai dalil syar’i Al Quran dan As sunnah. (3) Meyakini
turunnya wahyu setelah Alquran. (4) Mengingkari otentisitas dan atau
kebenaran isi Al Quran. (5) Melakukan tafsiran yang tidak berdasarkan
kaidah tafsir. (6) Mengingkari kedudukan hadist nabi sebagai sumber
ajaran Islam. (7) Melecehkan dan atau merendahkan para nabi dan rasul.
(8) Mengingkari Nabi Muhammad sebagai rasul terakhir. (9) Mengubah
pokok-pokok ibadah yang telah ditetapkan syariat. (10) Mengkafirkan
sesama muslim tanpa dalil syar’i.
Kriteria
yang ditetapkan oleh Ijma’ ulama Indonesia tersebut tentu sudah melalui
pengkajian dan penelusuran. Menguatkan pendapat tersebut, cermati pula
ijma’ ulama dunia dalam Deklarasi Amman, Jordania. (27-29 Jumadil Ula
1426 H / 4-6 Juli 2005 M) Disebutkan bahwa siapa saja yang
mengikuti salah satu dari empat Mazhab Ahlusunnah Waljama’ah (Hanafi,
Maliki, Syafi’i, Hambali), dan Mazhab Ja’fari (Syiah Imamiah), Mazhab
Syiah Zaidiyah, Mazhab Ibadhi, dan Mazhab Az-Zhahiri, semuanya adalah
muslim, tidak diperbolehkan mengkafirkannya dan haram darah, harta,
serta keluarga mereka.
Perlu
dicatat, risalah Amman ini disetujui oleh 500 ulama seluruh dunia, baik
Sunni (Ahlusunnah Waljama’ah) maupun Syiah, yang kemudian diikuti oleh
ratusan ulama dunia dalam deklarasi di Jeddah, diantaranya dari
Indonesia ada Maftuh Basyumi (Mantan Menteri Agama), Din Syamsuddin
(Muhammadiah), Dr. Tuti Alawi (Rektor Universitas As-Syafi’iyah), Dr.
Alwi Shihab (Mantan Menlu), dan KH. Hasyim Muzadi (NU).
Kendati
diakui dunia bahwa Syiah adalah muslim, memang perlu dilihat kembali
golongan tersebut. Namun, tidak boleh menggeneralisasikannya. Sebagian
kelompok yang oleh ulama Syiah sendiri dikatakan keluar dari Islam,
diantaranya kelompok Syiah Ghullat, yang meyakini bahwa Saidina Ali bin
Abithalib sebagai penjelmaan Allah di muka bumi. Ada juga kelompok Syiah
yang menganggap bahwa malaikat Jibril salah menurunkan wahyu,
seharusnya kepada Ali ternyata turun kepada Rasulullah Saw. Beberapa
lagi kelompok Syiah sesat sudah punah. Kelompok tersebut bahkan menurut
Syiah Imamiah dan Syiah Zaidiyah, adalah najis. Dianjurkan tidak
membangun hubungan bisnis dengan mereka.
Oleh
karena itu,. Hati-hati mengklaim sesat, sebab merujuk kriteria sesat
oleh MUI, poin 10, mengkafirkan sesama muslim juga sesat. Islam
mengajarkan untuk saling hormat-menghormati dan bersatu dalam kalimat
laa ilaha illallah muhammadurrasulullah, sesungguhnya orang-orang yang
beriman adalah saudara..
“Wa Allahu a'lam bisSawab"(dod)
Sumber: faktapos.com
0 komentar:
Posting Komentar